Study psikologi menyatakan bahwa manusia di lahirkan hanya dengan 2 rasa takut. Takut akan ketinggian dan takut pada suara keras. Jadi jika sekarang kita takut pada hal-hal lainnnya seperti takut akan masa depan misalnya. Bisa di pastikan itu hanyalah sebuah manifestasi dari tumpukan kegagalan demi kegagalan yang sudah di alami seseorang dan sangat mungkin untuk di hilangkan.
Pertanyaannya adalah, gimana caranya? Sedangkan dalam hidup kadang kita selalu saja mengalami kegagalan demi kegagalan, dan Kekecewaan demi kekecewaan. Ntah pada diri sendiri, orang lain, lingkungan bahkan pada keadaan.
Konon, di batu nisan soe hok gie tertulis "Nobody knows the troubles i see. nobody knows my sorrow" sebuah ungkapan kegelisahan dan kesedihan mendalam dari seorang anak manusia, yang gw yakin bukan cuma dia yang merasakan itu.
Hidup tak pernah benar-benar menawarkan kestabilan. Kadang dia meletakan pistol di kepala kita sambil menawarkan sebuah kenyataan pahit yang mau nggak mau harus kita terima.
Sepanjang hidup kita hanya sibuk dengan masa depan, kemapanan, gengsi dan harga diri. Tanpa menyadari, bahwa hal-hal itulah yang membuat kita kehilangan hidup kita sebenarnya.
Sesekali kadang kita menjadi seperti Soe Hok Gie, menjelma menjadi sosok melankolis yang merasa ga ada yang bisa mengerti. Bukan seperti Kartini, yang berharap dan percaya bahwa habis gelap terbitlah terang. bukan juga seperti Khairil Anwar, yang ingin hidup seribu tahun lagi, dan sekali berarti sudah itu mati.
Pada kesempatan yang lain kita menjadi seperti Kurt Cobain, yang membenci dirinya sendiri dan lebih ingin mati. Lebih baik padam daripada pudar, katanya. Yang lebih memilih di benci asal jadi diri sendiri, daripada dicintai tapi menjadi orang lain.
Hidup itu... ntah.