Powered by Blogger.

Just a Little Stories

sekedar caraku untuk mengerti apa itu hidup? untuk apa aku hidup? dan seperti apa aku menjalani hidup..

image by google



2015 udah hampir habis. Perusahaan-perusahaan mulai sibuk bikin laporan akhir tahunnya. Evaluasi target, laporan untung - rugi, hingga grafik perkembangan dan kinerja SDM.  2015 juga bisa di bilang tahun yang kurang bagus untuk sebagian besar pelaku usaha. satu kejadian mempengaruhi kejadian lainnya, satu keadaan mempengaruhi keadaan lainnya dan akhirnya nggak sedikit perusahaan yang Tahun ini mengalami paceklik bahkan gulung tikar. dan pada akhirnya ancaman PHK yang beberapa bulan belakangan ini mulai menyala pun semakin menjadi momok yang menyeramkan bagi sebagian orang yang memang berprofesi sebagai buruh atau pekerja.

Tulisan ini juga lahir dari kondisi persis seperti itu, dimana raut-raut kekhawatiran, kebingungan dan ketakutan mulai gue lihat di wajah-wajah orang di sekitar gue.

Jujur gue prihatin, semakin sering gue denger keluhan-keluhan tentang tanggungan hidup yang terlalu tinggi. kekhawatiran menjadi jobless dan tak mampu memenuhi tanggung jawab sebagai manusia pada umumnya.

Bukannya gue nggak merasakan kekhawatiran yang sama. bukannya gue nggak mengalami ketakutan yang sama, dan bukannya juga gue nggak punya tanggung jawab yang beratnya sama. gue khawatir, gue takut, dan gue juga punya banyaaakk tanggung jawab yang sama besarnya.

Tapi apa setelah itu gue boleh mengeluh? apa setelah itu gue boleh berputus asa seperti yang kebanyakan orang pilih? bayangkan sekumpulan orang, lalu mereka semua mengeluh, berputus asa dan saling meratapi nasibnya? betapa menyedihkannya hal itu jika memang ada. dan gue nggak mau menjadi manusia yang menyedihkan.

Makanya gue selalu bilang, berhenti berputus asa. selama kita masih mau bergerak, jalan akan selalu terbuka, sesulit apapun caranya. kalo orang jawa bilang " ora obah ora mamah, nek mengin mamah yo mesti obah" 

bagaimana pun caranya, teruslah bergerak. "Gerakan kan butuh biaya, mas?" celetuk seseorang ke gua. " Ya lo jual aja aset yang lo punya dulu buat modal pergerakan lo. yang penting semangat lo jangan pernah lo biarkan berhenti, jangan lo biarkan mati. aset bisa di beli. tapi semangat nggak ada yang jual" jawab gua singkat.

Atau mari kita coba sedikit berfikir positive seperti yang kebanyakan motivator perintahkan. Barangkaliii.. barangkaliii Tuhan telah merencanakan sesuatu yang lebih indah dan lebih baik buat kita di luar sana. tapi kita terlalu nyaman dengan zona kita sekarang sehingga enggak untuk melangkah keluar menuju rencana Tuhan. Akhirnya dipaksa keluar deh sama Tuhan. 



" Heh, kamu.. Itu aku merencanakan sesuatu yang indah untukmu, keluar, gapailaahhh..

Ùˆ عسى Ø£َÙ†ْ تَÙƒْرَÙ‡ُوا Ø´َÙŠْئًا وهُÙˆَ Ø®َÙŠْرٌ لكَÙ…ْ Ùˆَعَسى Ø£َÙ†ْ تُØ­ِبُّÙˆْا Ø´َÙŠْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَÙ†ْتُÙ…ْ لا تَعْلمُÙˆْÙ†َ

“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)"

begitu kata Tuhan.. hehehehe

Jadi Ayo.. Berhenti meratapi nasib, Berhenti mengkhawatirkan masa depan. teruslah bergerak agar kita tak lantas jatuh. karena hidup kadang sesederhana quotes nya Albert einstein “Life is like riding a bicycle. To keep your balance, you must keep moving - Hidup itu kaya maen sepeda, lo perlu terus bergerak agar tetap seimbang dan tak terjatuh." :D
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
( image by google )



Tulisan ini di picu oleh sebuah quotes inspiratif yang gue temukan di twitter beberapa hari yang lalu. quotes itu berbunyi :

" Bukan seberapa besar masalah dalam hidup kita. tapi bagaimana respon kita terhadap masalah tersebut itulah yang terpenting."

Dulu gue pernah punya manager, satu hal yang bikin gue selalu ingat sama dia adalah motto hidupnya yang selalu dia dengungkan dan sampaikan kepada para karyawan setiap breafing. katanya begini :

"Apapun yang terjadi, jangan membiasakan diri melakukan B.E.J. ( Blame, Excuse, Justification ) ."

Dan gue sangat setuju. terkadang, ketika sebuah kesalahan kita lakukan, atau ketika sebuah hal buruk menimpa kita, kita enggan untuk melakukan instropeksi atau mencari solusi. Kita lebih suka melakukan pembenaran, beralasan, bahkan lebih parahnya lagi menyalahkan orang lain dan keadaan.

Satu contoh adalah baru-baru ini, ketika kondisi ekonomi lagi gak karuan, para pelaku usaha mengeluhkan Omset mereka yang terjun bebas, boro-boro profit. Nggak bangkrut gara-gara kebanyakan nutupin defisit keuangan aja untung. lalu sebagian besar dari kita berteriak menyalahkan banyak hal, dari mulai pemerintah, dollar, sampai tukang parkir ikut disalah-salahin.

Padahal kalo kita mau membuka mata hati dan fikiran kita lebar-lebar, sepahit apapun kondisi perekonomian saat ini, itu akan menjadi sebuah tantangan kalo saja kita bisa meresponnya dengan positive. dan ketika kita menganggapnya tantangan, fikiran kita pun akan fokus untuk mencari solusi. tapi kalo dari awal respon mental kita udah B.E.J, ya boro-boro mikirin solusi, otak jadi males dan isinya cuma : salah pemerintah!! salah kuda lumping!! salah si ini!! salah si anu!! blablabla.

Gue jadi inget sebuah artikel yang di tulis oleh Prof Rhenald Kasali dalam kolomnya di harian Kompas, Bunyinya seperti ini :

"Daripada mereka-reka kapan dollar AS akan kembali turun, atau tenggelam dalam rasa takut yang besar bahwa PHK besar-besaran akan terjadi, lebih baik kita paham apa yang tengah terjadi, mengapa, dan bagaimana meresponsnya.

Gejala ini kita sebut sudden shift (tiba-tiba berpindah). Faktanya, konsumennya tetap di situ, populasinya tetap besar, semuanya butuh makan, minum, transportasi, gadget, hiburan, dan sebagainya. Akan tetapi, siapa yang menikmati perpindahan itu?"


Yups, gue sih setuju banget sama apa yang tertulis di atas, seburuk apapun kondisi perekonomian, jumlah populasi manusia tetap sama, dan semuanya tetep butuh makan, minum, transportasi, komunikasi dll. kita cuma perlu sedikit peka dalam merespon perubahan trend di masyarakat.

Banyak kok contohnya mereka-mereka yang merespon kondisi "Krisis" ini sebagai tantangan dan justru menikmati perubahan tersebut. kita liat aja Go-Jek, di saat banyak perusahaan transportasi mengeluhkan pemasukan mereka yang makin merosot, Go-Jek justru naik daun dan menjadi primadona baru transportasi yang menjadi incaran warga ibokota.

Coba kita cari tau juga, berapa persen kenaikan Omset perusahaan-perusahaan jual beli online yang sekarang lagi booming banget? sebagian besar mungkin di atas 100 persen. di saat para pedagang di tanah abang pada gulung tikar, Toko-toko jual beli online malah berkembang pesat. aneh? ya enggak. kita cuma perlu sepakat bahwa siapa yang peka dan cepat merespon perubahan, maka dialah yang akan jadi pemenang. kalo kata PidiBaiq : "Yang Hebat bukanlah yang kuat bertahan, tapi yang bisa menyesuaikan diri dengan keadaan." 


yaks, kalo kita menginginkan sesuatu berjalan dengan benar, maka kita juga harus memulainya dengan cara yang benar. dalam hal ini kita perlu memperbaiki dulu cara pandang dan cara berfikir kita. cara kita memandang sesuatu akan mempengaruhi sikap dan tindakan kita. itu pasti.

Dan akhir kata, gue bukannya lagi sok menggurui, sok pintar, atau sok2 lainnya. gue cuma lagi pengin mengajak anda, lo, ente, kalian semua untuk mulai membuka mata, menggunakan otak untuk berfikir mencari solusi, bukan pintar mencari alasan atau sibuk menyusun kalimat pembenaran. nggak mudah emang, tapi apa salahnya di coba? ya kan?? iyalaahh..

Bukankah kata orang bijak : "seseorang dikatakan berhasil bukan karena tak memiliki masalah, tetapi karena dapat mengatasi masalahnya. Seseorang disebut bahagia bukan karena hidupnya tanpa kesusahan, melainkan karena ia tetap dapat merasakan kebahagiaan walaupun ditengah-tengah kesusahannya."

So, mari berfikir positive, berfikir kreative, dan jangan lupa bahagia. :D


Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Huuufffttttt..

Gue memulai tulisan ini dengan sebuah keluhan panjang. Mungkin sedikit manifestasi dari harapan yang mulai mati, atau optimisme yang terlalu cepat ejakulasi. Bukan, bukan karena gue mulai kehilangan motivasi untuk menggapai mimpi, tapi sepertinya gue mulai bingung dengan konsep aktualisasi diri.

Sepanjang hidup manusia selalu dikaitkan ( atau mengaitkan diri ) dengan sebuah istilah yang berbunyi 'achievement'. Yess.. pencapaian, ntah darimana lahirnya, tapi dia muncul menjadi kata yang begitu sakti di tengah-tengah kehidupan. Kenapa gue bilang sakti? Karena kata yang cuma terdiri dari 10 huruf itu berhasil menjadi barometer berhasil atau gagalnya kehidupan seorang anak manusia.

Sekarang kita masuk ke pembahasan inti. Ngomongin pencapaian, apa yang udah berhasil lo capai dalam hidup ini? What have you done? Berhasil mencapai puncak  karir yang lo impikan? Berhasil mendapatkan cewe yang lo idam-idamkan? Atau sekedar berhasil mengupload foto selfie lo di puncak gunung ke instagram?

Sayangnya nggak selamanya pencapaian menuju ke arah yang positive. Ada kalanya bukannya berhasil mencapai puncak impian, kita justru nyasar ke puncak paling kelam dalam kehidupan. Puncak kebingungan, puncak keputus asaan, puncak kemalasan, puncak rasa minder, dan puncak-puncak yang memuakkan lainnya.

Pernah nggak lo nyasar kesitu? Gue sih sering..sesering gue membaca buku-buku dan streaming video-video.seminar  motivasi. Apa artinya? Artinya nggak ada yang bisa menolong kita ketika kita tersesat selain diri kita sendiri. Basi? Emang, tapi mari akui, seberapa sering lo ngerasa blank dalam hidup ini, nggak tau harus berbuat apa, lalu lo mulai curhat ke orang lain, mereka pun mulai fasih menasihati, memberi solusi, sambil sekali-kali memperdengarkan quotes-quotes bijak nan menginspirasi. Tapi apa yang terjadi, lo bukannya sadar, tapi lo malah mulai membandingkan hidup lo dengan orang lain, lo mulai kagum dengan pencapaian-pencapaian orang lain yang akhirnya bikin lo makin tinggi berada di puncak kebinasaan.

Sakit jiwa? Mungkin iya. Tapi yang perlu kita garis bawahi bahwa kehilangan semangat hidup dan diare itu nggak ada bedanya. Sama-sama penyakit, dan semua penyakit akan sembuh dengan obat yang tepat.

Ketika gue putus asa, gue nggak akan dengan mudah kembali mendapatkan motivasi hanya dengan mendengarkan nasihat orang lain. Gue hanya akan sadar ketika otak gue menemukan sesuatu yang mengingatkannya kembali pada masa kecil gue, masa di mana gue nggak tau apa itu achievement, masa dimana gue cuma tau cinta, toleransi, dan hari ini.

15 Tahun yang lalu ketika gue masih kelas 6 SD bapak gue pulang dari jakarta dengan membawa 1 dus balon bergambar logo sebuah produsen es krim + batang dan pompanya. Katanya dia di kasih sama temennya yang kerja jadi marketing di perusahaan es krim tersebut. sisa promo. Gue di kasih 5 plastik, 1 plastiknya berisi 100 balon. Terus dia bilang:  Abi nggak bawa uang dari jakarta, kalo kamu mau uang, besok ikut abi ke GUCI, kita jualan balon ini disana, nih abi kasih modal. semua uang hasil penjualannya buat kamu.

Keesokan harinya gue berangkat dari pagi ke guci, dan sampai sore gue berhasil menjual sekitar 70an balon dengan harga per balonnya Rp. 500. Walau pun banyak orang yang bingung balon berlogo merk es krim kok di jual? Biasanya cuma di bagi-bagikan secara gratis. Tapi toh mereka nggak tahan dengan rengekan anak-anak mereka yang minta beli karena tertarik dengan warna-warni dan gambar kartun singa yang menghiasi.
Jika sebelumnya gue bercita-cita untuk bisa bekerja di jakarta ketika udah gede nanti, sejak hari itu gue sadar, ngapain gue jauh-jauh cari duit kejakarta? Kalo di kampung sendiri aja gue bisa dapet duit? Ngapain gue kebawa arus globalisasi kalo di tempat kelahiran gue sendiri menyimpan begitu banyak potensi?

Tapi bukan hidup namanya kalo selalu berjalan seperti apa yang kita mau. Sekarang, 14 tahun dari hari itu gue malah masuk ( atau terjebak ) di kota metropolitan ini. Melupakan mimpi untuk bisa berdiri di kampung sendiri. So pathetic. Yaa, bukankah nggak ada yang lebih menyedihkan dari mimpi yang terlupakan?

14 tahun hidup di tanah rantau, bertemu dengan banyak orang, banyak cerita. Jatuh, bangun, lari, sampai hampir mati semua udah terlewati. Dan  kalo di tanya apa yang udah gue capai sejauh ini? banyakk.. banyaakk banget..tapi tetep ajaa gue merasa kurang. Bukannya nggak bersyukur, tapi mungkin gue perlu merencanakan sesuatu, sesuatu yang bisa membawa gue kembali ke mimpi masa kecil gue. Berdikari di kampung sendiri, melewati hari demi hari dengan di kelilingi cinta dari keluarga dan semesta, bertoleransi dengan takdir, hidup untuk hari ini dan mengencingi ambisi.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Study psikologi menyatakan bahwa manusia di lahirkan hanya dengan 2 rasa takut. Takut akan ketinggian dan takut pada suara keras. Jadi jika sekarang kita takut pada hal-hal lainnnya seperti takut akan masa depan misalnya. Bisa di pastikan itu hanyalah sebuah manifestasi dari tumpukan kegagalan demi kegagalan yang sudah di alami seseorang dan sangat mungkin untuk di hilangkan.

Pertanyaannya adalah, gimana caranya? Sedangkan dalam hidup kadang kita selalu saja mengalami kegagalan demi kegagalan, dan  Kekecewaan demi kekecewaan. Ntah pada diri sendiri, orang lain, lingkungan bahkan pada keadaan.

Konon, di batu nisan soe hok gie tertulis "Nobody knows the troubles i see. nobody knows my sorrow" sebuah ungkapan kegelisahan dan kesedihan mendalam dari seorang anak manusia, yang gw yakin bukan cuma dia yang merasakan itu.

Hidup tak pernah benar-benar menawarkan kestabilan. Kadang dia meletakan pistol di kepala kita sambil menawarkan sebuah kenyataan pahit yang mau nggak mau harus kita terima.

Sepanjang hidup kita hanya sibuk dengan masa depan, kemapanan, gengsi dan harga diri. Tanpa menyadari, bahwa hal-hal itulah yang membuat kita kehilangan hidup kita sebenarnya.

Sesekali kadang kita menjadi seperti Soe Hok Gie, menjelma menjadi sosok melankolis yang merasa ga ada yang bisa mengerti. Bukan seperti Kartini, yang berharap dan percaya bahwa habis gelap terbitlah terang. bukan juga seperti Khairil Anwar, yang ingin hidup seribu tahun lagi, dan sekali berarti sudah itu mati.

Pada kesempatan yang lain kita menjadi seperti Kurt Cobain, yang membenci dirinya sendiri dan lebih ingin mati. Lebih baik padam daripada pudar, katanya. Yang lebih memilih di benci asal jadi diri sendiri, daripada dicintai tapi menjadi orang lain.
Hidup itu... ntah.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hidup dan kehilangan, adalah dua hal yang jelas tak terpisahkan. Selama kita masih bernafas dan berpijak di dunia yang pasti akan berakhir ini kehilangan adalah sebuah niscaya. Apa saja dan kapan saja. Mau ga mau, siap ga siap pada akhirnya kita di paksa untuk rela.

Katharine Weber, seorang musisi pernah berujar : " Life seems sometimes like nothing more than a series of losses, from beginning to end. That's the given. How you respond to those losses, what you make of what's left, that's the part you have to make up as you go."

Ditinggal keluarga meninggal adalah sebuah kehilangan, di tinggal kabur binatang peliharaan juga sebuah kehilangan, bahkan ditinggal kawin seorang sahabat pun adalah sebuah kehilangan. Dan ini yang sempet bahkan masih gue rasain. Kehilangan seorang sahabat.

Coba bayangin, lo punya temen, siang malem bareng, makan bareng, tidur bareng, bandel bareng, sholeh juga bareng. Lo selalu terlibat dalam hidupnya. Lo selalu ada dalam setiap keputusannya dan lo juga selalu ada dalam prestasi maupun kesalahannya. Tapi kemudian dia menikah. Memulai sesuatu yang baru tanpa ada lo di dalamnya. Lo ga akan lagi terlibat dalam hidupnya. Lo ga akan lagi ada di setiap langkahnya. Apa yang lo rasain? Mungkin lo bisa jawab biasa aja. Tapi mari kita akui, ada saat dimana lo tiba-tiba kaya linglung dan sedih. Bukan karena lo pengin nyusul nikah juga. Tapi lebih ketidak siapan akan kehilangan, ntah kehilangan dia atau kehilangan masa-masa indah dan tolol bersama dia.

Efeknya? Seperti layaknya seseorang yang sedang kehilangan. Murung pasti, sensi, bahkan untuk beberapa saat kehilangan gairah hidup. Kalo dalam dunia psikologi ada yang di sebut pre marriage syndrom, maka untuk gejala-gejala di atas gue menyebutnya:  Pre Best Friend Marriege syndrom. Atau sindrom di tinggal kawin sahabat. Hahaha lebay memang, tapi kalo lo udah pernah ngerasain lo bakal percaya kalo di tinggal kawin sahabat lebih menyedihkan daripada di tinggal kawin mantan.

Tapi tenang aja, ketika lo ngeliat tawa sumringahnya di pelaminan dan lo duduk termenung di barisan bangku tamu kaya kadal gurun yang kebingungan (apalagi kalo lo kondangannya sendirian) lo akan mengerti bahwa mulai detik itu kehidupan memang harus berubah. Dan itu adalah hukum kehidupan, bahwa kita akan mengalami perubahan demi perubahan. Lo juga akan mengerti bahwa mulai detik itu gak cuma dia yang lo ucapin selamat menempuh hidup baru, tapi juga diri lo sendiri. Menempuh hidup baru tanpa dia. Dan pada akhirnya lo akan sadar, bahwa pada akhir  adalah juga sebuah awal untuk sesuatu yang baru.

Waktu terus berjalan, manusia datang dan pergi, dan cerita terus berganti. Tapi kehidupan, kawan.. bukan seberapa lama waktu yang kita habiskan untuk menulis cerita bersama seseorang. Tapi tentang seberapa kuat kisah itu menancap di dalam hati. Menjadi kenangan sekaligus pelajaran.  Happy wedding Ega & devi, barakallah. :-)
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About Me

My photo
Moezaki Irkham
I'm forever blowing bubbles
View my complete profile

recent posts

Blog Archive

  • ►  2022 (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2021 (1)
    • ►  September (1)
  • ►  2020 (1)
    • ►  June (1)
  • ►  2019 (4)
    • ►  April (4)
  • ►  2018 (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2017 (1)
    • ►  October (1)
  • ▼  2015 (5)
    • ▼  November (1)
      • JANGAN TAKUT DI PHK!!
    • ►  October (1)
      • Krisis Ekonomi Atau Krisis Kepercayaan Diri??
    • ►  August (1)
      • Capai Sampai Cape
    • ►  June (1)
      • De Manuscript of zorgen
    • ►  April (1)
      • Pre Best Friend Marriage Syndrom
  • ►  2014 (3)
    • ►  September (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2013 (33)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (3)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2012 (48)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (7)
    • ►  September (6)
    • ►  August (1)
    • ►  July (8)
    • ►  June (2)
    • ►  May (4)
    • ►  April (3)
    • ►  March (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2011 (59)
    • ►  December (3)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (8)
    • ►  July (4)
    • ►  June (3)
    • ►  April (6)
    • ►  March (9)
    • ►  February (9)
    • ►  January (8)
  • ►  2010 (48)
    • ►  December (3)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  August (1)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (15)
    • ►  January (11)
  • ►  2009 (61)
    • ►  August (23)
    • ►  June (20)
    • ►  May (18)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Created with by ThemeXpose | Copy Blogger Themes