Image By Google
Tulisan ini bukan klarifikasi, tapi gue sekedar ingin berbagi, bahwa gue pernah mengalami banyak hal dan berharap apapun itu bisa menjadi pelajaran yang berguna untuk orang lain.
Bermula ketika 5 Tahun lalu gue baru pulang dari pesantren. Iya pesantren, rusak-rusak gini juga gue pernah merasakan indahnya hidup di pesantren, pernah jadi harapan orang tua gue agar menjadi anak sholeh yang berguna bagi nusa,bangsa dan agama..hehehe
Tapi harapan tinggallah harapan, keluar dari pesantren bukannya gue menjadi anak sholeh kebanggaan keluarga, gue malah terjerumus ke dalam pergaulan bebas, bukan terjerumus sih, tapi lebih tepatnya gue menjerumuskan diri. dan saat-saat itu mungkin menjadi saat-saat dimana gue menjadi anak yang paling mengecewakan buat bokap, tiada hari tanpa berantem sama beliau, kabur dari rumah, seminggu kemudian balik lagi, 2 hari di rumah, berantem lagi, kabur lagi, balik lagi, berantem lagi, kabur lagi..begitu seterusnya.
Gimana bokap nggak kesel sama gue? tiap hari adaa aja omongan nggak enak dari tetangga tentang gue, katanya gue bandel, nakal, troublemaker, suka berantem, dll.. disisi lain gue nggak ngerasa melakukan hal-hal yang di tuduhkan ke gue tersebut, makanya gue berang dan ngelawan ketika disalah-salahin. nyokap sampe nangis-nangis kalo ngeliat gue lagi berantem sama bokap dan ujung-ujungnya gue di usir dari rumah, ya walaupun ntar di cariin juga kalo udah berhari-hari gue nggak pulang.
Rasulullah SAW pernah bersabda : "Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.”
Dan Hadits di atas mutlak benar, ibarat kebo sekandang, kalo satu kotor, maka yang lain pun akan ikut kotor, itu pula yang terjadi sama gue waktu itu, ketika orang nuduh gue bandel dan gue tanya balik sama mereka ' gue bandel? emang gue ngapain??' mereka nggak pernah bisa jawab, karena nyatanya gue nggak pernah ngapa-ngapain, gue cuma keseret dan ikut kena stigma buruk dari masyarakat gara-gara gue bergaulnya sama temen-temen gue yang emang hobi bikin masalah.
Tapi keputusan gue untuk terjun ke dalam pergaulan yang di nilai banyak orang salah itu gue anggap bukan sebagai kesalahan, melainkah sebuah pilihan hidup yang pada akhirnya mengajarkan gue banyak hal, sehingga gue nggak perlu menyesalinya.
Kalo orang bilang setiap hal pasti punya alasan, maka gue pun punya alasan untuk setiap hal yang gue putuskan, termasuk keputusan untuk terjun ke dunia itu.
Pada kala itu, di kampung gue masih jaman jahiliyah, tapi jahiliyah disini bukan karena orang-orangnya pada rusak semua, pada suka maksiat,dll,bukaaann..justru mayoritas penduduk kampung situ adalah orang-orang alim dan ahli ibadah. terus kenapa gue sebut jahiliyah?? kerena mereka masih suka mengkotak-kotakan banyak hal, dari mulai golongan, agama, dan status sosial.
Gue muak setiap hari di suguhi dengan pemandangan-pemandangan yang seharusnya nggak perlu terjadi, ribut-ribut khilafiyah, saling menyesatkan satu sama lain, saling menyalahkan, saling merasa paling benar sendiri, dan saling menjatuhkan antar tetangga.
Di saat generasi tua sedang berebut 'kebenaran' dan rasa hormat, generasi muda mulai merusak dirinya sendiri dengan banyak hal, macem-macem, dan mereka menjadi antipati serta jijik terhadap agama dan hal-hal baik lainnya, di mata mereka agama dan hal-hal baik itu cuma sumber keributan, sumber perpecahan, makanya mereka lebih memilih menikmati hidup ngawur asal solidaritas terjaga.
Gue bukannya sok bener, tapi jujur gue miris banget melihat keadaan waktu itu, gue bisa aja memilih jadi orang alim, jadi anak muda baik-baik yang sholeh dan sibuk ngajar ngaji, lalu setelah itu di jodohin sama anak pak haji. tapi gue nggak bisa ngeliat masyarakat memandang jijik kepada teman-teman masa kecil gue yang di anggap nakal itu. pun sebaliknya anak-anak yang semakin alergi terhadap kebaikan karena merasa tersisihkan.
buat gue waktu itu, nggak ada yang nggak bisa di perbaiki, terlambat mungkin, tapi itu lebih baik daripada enggak sama sekali. nasi udah menjadi bubur aja masih bisa di makan, masa anak-anak ini nggak bisa gue bawa ke arah yang mungkin lebih baik.
Mau lihat dasar laut maka kita harus menyelam, dan resikonya mungkin tenggelam. pun begitu dengan yang gue lakukan waktu itu, mau ngajak bener ya gue harus masuk ke kehidupan mereka, resikonya? terburuk gue kebawa arus dan ikut ancur, sementara resiko terkecil pun nggak kalah buruknya, gue ikut di cap nakal, dan itu berhasil gue rasain.
Gue pengin setiap orang nggak menuntut orang lain untuk menjadi sempurna, karena manusia sempurna adalah justeru yang memiliki kekurangan dan kelebihan, ya kan??
Banyak hal udah terjadi, keputusan-keputusan yang gue ambil emang seringkali salah, tapi dari kesalahan-kesalahan itu pula gue dapet pelajaran tentang banyak hal.. tentang ketegaran, rasa sakit, solidaritas, kerja keras,dll..
Gue tau gue nggak bisa mengubah kehidupan, tapi mungkin gue bisa sedikit mengubah cara pandang gue terhadap kehidupan.
Selamat siang, di tulis di bekasi pada pukul 11.00 dengan segelas Es teh dan Bob Dylan yang bernyanyi malu-malu dari dalam komputer. Salam.
0 comments