Ayahku Penguin Kaisarku..

by - September 05, 2014
Sekitar 13 tahun yang lalu ketika gue baru kelas 5 SD, seperti biasa gue selalu menghabiskan waktu liburan sekolah gue untuk ikut bokap ke jakarta.

Di jakarta gue sering ikut bokap jualan. Dulu bokap masih jualan minyak wangi dan sendal keliling. Dan di akhir pekan biasanya bokap ngajak gue ke ragunan. Iya buat liburan. Sekalian jualan.

Suatu hari, di siang yang panas itu, di bawah naungan pepohonan dan di antara burung2 merpati liar yang terbang kesana-kemari di area parkir taman marga satwa ragunan. Bokap menggelar dagangannya. Puluhan sandal dan botol minyak wangi yang tadinya tertumpuk rapih di dalam tas ransel besar di keluarkan satu persatu, di susun sedemikian rupa dengan harapan bisa menarik perhatian orang yang banyak lalu lalang.Kami nggak sendirian disitu, di samping kanan kiri kami juga berjejer penjual2 lain. Dari sekedar penjual kopi, mainan anak2, obat, pakaian sampai perkakas rumah tangga.

Sementara gue lagi asik baca buku 'Rahasia ke tajaman mata hati' karya Imam ghazali yang di beliin bokap satu hari sebelumnya dari tukang buku yang biasa mangkal di teras masjid Al-muttaqin, samping markas pemadam kebakaran kebayoran baru.

Walaupun suasana bising dan asap kendaraan membuat udara sejuk dari pepohonan menjadi tak terasa. Gue tetep asik baca, sampai tiba2 di depan kami melintas seorang pemuda, dengan membawa 1 box kontainer tanpa tutup yang berisi kopi dan rokok itu dia berlari kencang sambil berteriak 'Raziaaa..!! Raziaaaa..!!' Dia nampak begitu ketakutan sampai tak memperdulikan isi boxnya yang berceceran di jalanan.

Lalu di belakangnya di susul pedagang2 lain yang juga menggulung dagangannya sebisa mungkin dan segera berlari.

Sementara gue masih kebingunan dan masih mencoba memahami apa yg terjadi, bokap ikut2an menggulung dagangannya. Kemudian dia tarik tangan gue sampai buku gue jatuh. Dengan susah payah dia ngajak gue lari. Dipeganginnya erat tangan gue dengan tangan kiri yg di pundaknya menggendong tas ransel besar. sementara tangan kanannya membawa gulungan dagangan. Beberapa botol minyak wangi sempet jatuh dan pecah. Tapi dia ga perduli dan nyuruh gue tetep berlari.

Di tikungan belakang ragunan yang menuju kebagusan itu gue berhenti, gue nangis, bukan cuma karena gue cape, tapi karena gue kaget, gue takut dan gue juga kehilangan buku.

Bokap nampak bingung, dia noleh ke belakang ,setelah dia rasa kita udah selamat dan aman dari kejaran satpol PP dia ngajak gue duduk. Di kluarinnya sebotol air mineral dari dalam tas ransel dan gue di suruh minum.

" Kita salah apa, bi?? " ujar gue pelan setelah menenggak setengah dari isi botol itu sambil sesenggukan.

Bokap gue cuma senyum dan bilang " Besok, Abi ganti buku kamu yang jatuh tadi dengan buku yang lebih buanyaaaaakkk lagi " setelah itu kita muter balik jalan menuju terminal dan pulang naik Kopaja 605A.

Sejak saat itu gue ga pernah boleh ikut bokap jualan lagi. Tiap dia mau berangkat jualan dia terlebih dulu nganterin gue ke perpustakaan Umum jakarta selatan. Yaa..dia menepati janjinya untuk mengganti buku gue yang jatuh dengan buku yang lebih buanyaakk lagiii.. di perpustakaan gue bisa baca buku sebanyak yang gue mau. pagi gue di anter ke perpus, bokap berangkat jualan. ntar kita ketemu di masjid bacang belakang pasar taman puring pas waktu dzuhur untuk sholat dan makan siang. Abis itu bokap keliling lagi dan gue balik ke perpus lagi sampe sore. Selalu seperti itu sampai waktu liburan gue habis dan gue balik lagi ke tegal, dan akan terulang lagi kalo gue liburan dan datang ke jakarta lagi.

Ini sedikit kisah yang terjadi antara gue dan bokap. Bokap gue mungkin bukan sosok ayah yang sempurna, dia mungkin ga kaya penguin caisar yang rela berbulan-bulan ngeramin telor dan ngurus bayinya sendiri setelah netas. Bokap gue egois, kolot, otoriter, keras kepala dan lain-lain. Ntah berapa kali gue harus kluar dari rumah karena di usir sama dia tiap kali gue bikin ulah, ntah berapa kali gue hampir adu jotos sama dia. Tapi ntah jadi apa gue kalo tanpa dia, ntah tau apa gue soal hidup kalo tanpa dia.
Kadang gue sedih sendiri tiap ngenang hal-hal kaya gini. Tiap inget betapa gue belum bisa bikin dia bangga.

Kadang gue coba buat bikin dia bangga dengan ngasih sedikit uang, tapi kalo ga di tolak pasti di balikin di kemudian hari. Kata-katanya selalu sama ' ini uang hasil keringatmu, nikmatilah. Abi sadar, karena keterbatasan abi ga bisa selalu memberikan apa yang kamu mau dari kecil. Sekarang, gapailah apa yang dulu ga bisa kamu gapai. Selama kaki ini masih bisa berdiri, sepeser pun abi ga mau memakan keringatmu' Ya, begitulah dia. Si tua bangka keras kepala. Tapi jujur gue menyayanginya.

And last, ini Ayahku, bagaimana ayahmu? Cerita apa yang kau punya dengannya? Dan kebanggaan apa yang telah kau berikan padanya???

A. Moezaki Irkham
Lima sembilan dua kosong kosong empat.

You May Also Like

0 comments