Pre Best Friend Marriage Syndrom
Hidup dan kehilangan, adalah dua hal yang jelas
tak terpisahkan. Selama kita masih bernafas dan berpijak di dunia yang pasti
akan berakhir ini kehilangan adalah sebuah niscaya. Apa saja dan kapan saja. Mau
ga mau, siap ga siap pada akhirnya kita di paksa untuk rela.
Katharine Weber, seorang musisi pernah berujar
: " Life seems sometimes like nothing more than a series of losses, from
beginning to end. That's the given. How you respond to those losses, what you
make of what's left, that's the part you have to make up as you go."
Ditinggal keluarga meninggal adalah sebuah
kehilangan, di tinggal kabur binatang peliharaan juga sebuah kehilangan, bahkan
ditinggal kawin seorang sahabat pun adalah sebuah kehilangan. Dan ini yang sempet
bahkan masih gue rasain. Kehilangan seorang sahabat.
Coba bayangin, lo punya temen, siang malem
bareng, makan bareng, tidur bareng, bandel bareng, sholeh juga bareng. Lo
selalu terlibat dalam hidupnya. Lo selalu ada dalam setiap keputusannya dan lo
juga selalu ada dalam prestasi maupun kesalahannya. Tapi kemudian dia menikah.
Memulai sesuatu yang baru tanpa ada lo di dalamnya. Lo ga akan lagi terlibat
dalam hidupnya. Lo ga akan lagi ada di setiap langkahnya. Apa yang lo rasain?
Mungkin lo bisa jawab biasa aja. Tapi mari kita akui, ada saat dimana lo
tiba-tiba kaya linglung dan sedih. Bukan karena lo pengin nyusul nikah juga.
Tapi lebih ketidak siapan akan kehilangan, ntah kehilangan dia atau kehilangan
masa-masa indah dan tolol bersama dia.
Efeknya? Seperti layaknya seseorang yang
sedang kehilangan. Murung pasti, sensi, bahkan untuk beberapa saat kehilangan
gairah hidup. Kalo dalam dunia psikologi ada yang di sebut pre marriage syndrom,
maka untuk gejala-gejala di atas gue menyebutnya: Pre Best Friend Marriege syndrom. Atau
sindrom di tinggal kawin sahabat. Hahaha lebay memang, tapi kalo lo udah pernah
ngerasain lo bakal percaya kalo di tinggal kawin sahabat lebih menyedihkan
daripada di tinggal kawin mantan.
Tapi tenang aja, ketika lo ngeliat tawa
sumringahnya di pelaminan dan lo duduk termenung di barisan bangku tamu kaya
kadal gurun yang kebingungan (apalagi kalo lo kondangannya
sendirian) lo akan mengerti
bahwa mulai detik itu kehidupan memang harus berubah. Dan itu adalah hukum
kehidupan, bahwa kita akan mengalami perubahan demi perubahan. Lo juga akan mengerti
bahwa mulai detik itu gak cuma dia yang lo ucapin selamat menempuh hidup baru,
tapi juga diri lo sendiri. Menempuh hidup baru tanpa dia. Dan pada akhirnya lo
akan sadar, bahwa pada akhir adalah juga
sebuah awal untuk sesuatu yang baru.
Waktu terus berjalan, manusia datang dan
pergi, dan cerita terus berganti. Tapi kehidupan, kawan.. bukan seberapa lama
waktu yang kita habiskan untuk menulis cerita bersama seseorang. Tapi tentang
seberapa kuat kisah itu menancap di dalam hati. Menjadi kenangan sekaligus
pelajaran. Happy wedding Ega & devi,
barakallah. :-)
0 comments