Suatu hari seorang Tabiín bernama Abdullah bin Muhammad sedang berpatroli untuk mengawasi daerah pesisir. ditengah padang pasir nan gersang itu beliau melihat sebuah kemah yang di dalamnya ada seseorang lelaki tua yang kehilangan kaki dan tangannya. mata dan telinganya pun telah melemah, sehingga praktis hanya mulutnya saja dari semua bagian anggota badannya yang masih berfungsi dan bermanfaat. ketika mendekat ke dalam kemah itu sayup-sayup Abdullah bin Muhammad mendengar orang ini terus menerus mewiridkan doa dari mulutnya :
للَّهُمَّ أَوْزِعْنِي أَنْ أحمدك حمدا أكافىء بِهِ شُكْرَ نِعْمَتِكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ ، وَفَضَّلْتَنِي على كَثِيرٍ من خَلَقْتَ تَفْضِيلا
“Ya, Allah. Tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu, hingga aku dapat menjalankan rasa syukurku atas nikmat-nikmat yang telah Engkau karuniakan kepadaku, dan Engkau sungguh telah melebihkan aku di atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan.”
Mendengar itu Abdullah bin Muhammad Kepo dan bertanya : "Wahai laki-laki tua, nikmat apa yang Allah berikan padamu sehingga kau begitu bersyukur padahal kondisimu begitu memprihatinkan? dan apa pula yang membuatmu merasa lebih beruntung dari orang lain?"
Laki-laki tua itu menjawab : "Wahai saudaraku, diamlah. Demi Allah, seandainya Allah datangkan lautan kepadamu dan aku tenggelam, atau gunung api dan aku terbakar, atau langit yang runtuh dan aku remuk. aku tidak akan mengatakan apapun kecuali rasa syukur."
Lalu dia melanjutkan : "Wahai hamba Allah.. karena engkau telah melihat keadaanku, sudikah kiranya kau membantuku. aku tidak mampu untuk berbuat apa-apa. aku memiliki seorang putra yang selalu membantuku. mewudhukanku ketika waktu sholat tiba, memberiku makan dan lain-lain. tapi sudah 3 hari ini aku kehilangan dia. bisakah kau membantuku untuk mencarikan dia?"
Abdullah bin Muhammad pun menyanggupi dan bergegas pergi untuk mencari anak dari laki-laki tua tersebut. belum terlalu jauh beliau berjalan beliau menemukan jenazah yang sedang dikerubungi oleh segerombolan singa. ternyata itu adalah jenazah anak dari laki-laki tua tersebut. beliau pun kebingungan bagaimana cara menyampaikan kabar buruk ini kepada laki-laki tua tersebut.
Sesampainya di kemah Abdullah bin Muhammad berkata : "Wahai saudaraku, apakah kau tau kisah Nabi Ayub?"
Laki-laki tua itu menjawab : "Ya aku tau."
Abdullah bin Muhammad melanjutkan : "Sesungguhnya Allah telah memberikan cobaan kepada Nabi Ayub perihal hartanya. kau tau bagaimana Nabi Ayub bersikap dalam menghadapi cobaan tersebut?".
Ia menjawab : "Nabi Ayub menghadapinya dengan sabar."
Abdullah bin Muhammad kembali bertanya : "Allah juga menguji Nabi Ayub dengan kefakiran. bagaimana sikapnya?"
dia menjawab : "Ia bersabar"
Abdullah bin muhammad terus bertanya : "Nabi Ayub pun diuji dengan tewasnya smua anaknya. bagaimana sikapnya?"
lagi-lagi dia menjawab : "ia tetap bersabar."
Abdullah bin muhammad masih terus bertanya : "Nabi Ayub juga diuji dengan penyakit ditubuhnya. bagaimana sikapnya?"
Dia menjawab lagi : "Dia tetap sabar. sekarang katakan dimana anakku?"
Abdullah bin Muhammad menjawab : "Wahai orang tua, sesungguhnya anakmu aku temukan telah tewas dimakan binatang buas. semoga Allah melipat gandakan pahalamu dan menyabarkanmu."
lalu dengan tenang dan raut bahagia laki-laki tua itu berkata : "Alhamdulillah, Allah tidak meninggalkan keturunan bagiku yang bermaksiat kepada Allah sehingga di azab di neraka."
tidak lama setelah itu laki-laki tua itu menarik nafas panjang kemudian meninggal dunia. Abdullah bin Muhammad kebingungan bagaimana caranya mengurusi jenazah laki-laki tua tersebut sendirian. beliau menutupi jenazah tersebut dengan jubahnya. ditengah kebingungannya tiba-tiba melintas 4 orang penunggang kuda.
Salah seorang diantaranya berkata : "Wahai saudaraku, apa yang terjadi kepadamu?"
Kemudian Abdullah bin Muhammad menceritakan apa yang dialaminya dan meminta bantuan 4 orang tersebut untuk mengurus jenazah laki-laki tua tersebut.
Mereka pun berkata : "Siapa dia?"
Abdullah bin Muhammad menjawab : "Aku juga tidak mengenalnya. ketika ku temui dia dalam keadaan sakit dan memprihatinkan."Keempat laki-laki ini pun meminta untuk dibuka penutup wajahnya barangkali dia adalah seseorang yang mereka kenal. ketika penutup wajahnya dibuka mereka tersentak kaget lalu mereka mencium dan menangisinya. mereka berkata : "ini adalah wajah yang senantiasa bersujud kepada Allah, mata yang selalu menunduk atas apa yang diharamkan Allah dan tubuh yang selalu sujud ketika orang-orang dalam keadaan tidur."
Abdullah bin Muhammad penasaran : "Kalian mengenalkan?"
keempat laki-laki itu balik bertanya : "Kau tidak mengenalnya?"
Mereka melanjutkan : "Dia adalah Abu Qilabah Al Jarmi. dia adalah sahabat dari ibnu Abbas. dia sangat mencintai Allah dan rasulnya. laki-laki tua ini juga, pernah diminta oleh Khalifah untuk menjadi Hakim, namun dia tolak dan memilih pergi untuk mengasingkan diri bersama putranya."
Setelah beres mengurus jenazah Abu Qilabah malam harinya ketika Abdullah bin Muhammad tidur, beliau bermimpi melihat laki-laki tua itu berada di sebuah taman yang indah. dia memakai 2 lembar kain dari surga sambil membaca ayat alquran :
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
"Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga), karena kesabaran kalian, Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." [QS. Ar-Ra'd:24]
Abdullah bertanya kepadanya, "Bukankah engkau adalah orang yang aku temui tadi siang?". la berkata, "Benar". Abdullah berkata, "Bagaimana engkau bisa memperoleh semua ini." Ia berkata,
”Sesungguhnya Allah menyiapkan derajat kemuliaan yang tinggi, yang tak dapat dicapai, kecuali dengan sikap sabar ketika diberi cobaan, dan rasa syukur ketika dalam situasi lapang, dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah, baik dalam kondisi sendirian atau di depan banyak orang.”
Wallahu a'lam bishowab.
Dalam khazanah islam kita biasa menemui kisah-kisah seperti ini. cerita-cerita tentang kesabaran orang-orang terdahulu, serta bagaimana mereka bisa mensyukuri hidup bagaimapun keadaannya. Namun cerita Abu Qilabah ini menjadi salah satu yang paling epik dan memorable buat gw.
Membayangkan kondisi fisiknya, gw akan memaklumi jika beliau memilih untuk mencaci maki takdir. pun gw akan memahami jika beliau memilih untuk menggugat atau membenci Tuhan sekalipun. tapi itu tidak beliau lakukan. beliau justru mengembalikan semuanya kepada Tuhan dengan sudut pandang yang bukan lagi positive, tapi dengan level ke pasrahan seorang hamba yang luar biasa.
ini yang seringkali sebagai manusia modern sering kita lupakan. kita percaya adanya Tuhan, tapi kita lupa jika baik, buruk dan segala apa yang terjadi dalam kehidupan adalah atas kehendaknya. dan kita tidak sedikit pun punya daya atau upaya untuk mengaturnya. kita tidak hanya lemah, tapi kita bahkan bukan apa-apa. we are nothing. yang bisa kita lakukan hanya berencana. sisanya Tuhan yang ACC.
Belum lagi bagaimana kemampuan beliau berdialektika dengan keadaan. seperti ketika beliau mendapat kabar bahwa anaknya telah meninggal. alih-alih meratapi kematiannya. beliau malah bersyukur karena anaknya meninggal. baginya, dengan meninggalnya anaknya maka hilang pula potensi untuk anaknya bermaksiat kepada Allah. Gokil ga tuh? bisa kita berfikir seperti itu? menandang Kehidupan dan Kematian secara sederhana tapi luar biasa. bisakah kita memandang hidup sebagai sebuah kesempatan yang masih diberikan Tuhan untuk terus berbuat kebaikan, dan mensyukuri kematian sebagai kasih sayang Tuhan karena DIA tidak ingin kita terus melakukan kejahatan.
Abu Qilabah juga mengajarkan kita untuk tetap struggle menghadapi kehidupan apapun keadaannya. dengan kesabarannya, dia tidak menunjukan sikap eskapis dan pasrah. tapi tetap berusaha diselingi dengan rasa syukur apapun hasil dari usahanya pada akhirnya. seperti ketika anaknya menghilang, dia tidak pasrah, tapi tetap meminta bantuan untuk dicarikan anaknya. dan ketika pada akhirnya dia mendapati kenyataan pahit anaknya telah meninggal. dia tetap bersyukur.
Jika kita bisa menjadi seperti Abu Qilabah di era sekarang adalah sebuah pencapaian yang luar biasa. karena bukan hanya sulit dan hampir mustahil menjadi seperti beliau di tengah gempuran gaya hidup konsumerisme, ambisius akan hasrat kedunawiaan serta tuntutan dari lingkungan untuk terus menjadi seperti yang diharapkan.
Kenapa hari-hari ini kita begitu familiar dengan isu-isu mental health yang berhubungan dengan semangat? seperti burn out, toxic productivity dan lain-lain? bukankah seharusnya menjadi semangat itu bagus? gw rasa karena kita lupa akan 2 hal lainnya. yaitu Sabar dan Sukur. padahal ada paket 3S yang seharunya tidak terpisahkan: Semangat, Sabar, dan Syukur.
Hari ini kita begitu bersemangat dan berambisi mengejar cita-cita, tapi kita lupa bersabar dan bersukur. kita boleh bersemangat, tapi kita juga tidak lupa untuk bersabar dan bersyukur. karena percayalah, ketika kita bersemangat tanpa diiringi dengan sabar dan syukur, maka kita akan mudah kelelahan. mudah meratapi kegagalan dan impulsif membenci kehidupan.
Pernah engga lo ngeliat orang lain, entah itu temen, keluarga, artis idola, ustadz, ilmuwan, atau siapapun terus lo kagum dengan pencapainnya lalu bergumam dalam hati : anjirr harusnya itu gw.
Bukan iri,
Cuman apa yang dia capai adalah hal yang selama ini lo inginkan. dan lo tau klo sebenernya lo bisa aja jadi dia, lo pernah bercita-cita untuk jadi seperti dia, lo merencanakan untuk jadi seperti dia ,lo tau apa yang harus dilakukan untuk menjadi seperti dia. Tapi sekarang lo melihat pencapaiannya pada orang lain. Sedangkan lo, masih di posisi yang sama seperti ketika lo merencanakan itu semua, mungkin itu 1 tahun yang lalu, 2 tahun yang lalu, atau 10 tahun yang lalu.
Dan semua itu terjadi hanya karena lo ga melakukan 1 hal : Memulai. Dan tentu saja apapun alasannya selalu ada pilihan untuk memulai, dengan sebuah tindakan yang sangat simple dan sederhana sekalipun.
What happen?? Dalam dunia Human Behavior Namanya Inertia Effect, atau lebih beken dengan istilah Terjebak Di Zona Nyaman. Dan ini instingtif. Artinya memang udah dari sononya kita itu enggan untuk bergerak, bertindak dan melakukan perubahan serta lebih suka dengan status quo Zona Nyaman. Feeling good dan Pewe Pewean ala anak pantai.
Tapiii, walaupun bawaan lahir bukan berarti kita boleh membiarkan dan mentolerirnya begitu aja. Justru karena kita tahu si Inertia Effect ini instingtif dan dia adalah penghambat, maka kita perlu untuk mengalahkannya. Supaya hidup kita enggak dikendaliin sama dia terus kita nyemplung ke jurang penyesalan yang sangat nestapa.
Terus gimana cara ngalahinnya cek? Temukan dorongan dari dalam diri. Cari alasan yang cukup kuat kenapa kita harus dan mesti melakukan itu. Bisa alasan apa aja. Entah itu passion kah, materi kah, harga diri kah, cinta kah, whatever. Dan jadikan itu tujuan, bukan sekedar angan atau keinginan. (Walaupun hampir sama saja, tapi tujuan 1 level lebih tinggi dari keinginan.) sederhana memang, tapi jangan remehkan kesederhanaan dalam memulai sesuatu. Karena seringkali hal-hal besar dimulai dari hal-hal yang sangat sederhana. Nah ketika sudah melakukan ini artinya kita sudah selangkah lebih maju, dalam berfikir.
Lalu, Untuk bisa berhasil kita perlu menselaraskan 2 hal. Fikiran dan tindakan. Maka jika tadi kita udah bikin fikiran kita melangkah. Sekarang waktunya membuat tindakan bekerja. Bagaimana caranya? Jika dalam teori Inertia Effect kita itu cenderung resisten terhadap perubahan drastis dalam diri, maka kita bisa membreak down apa yang akan kita lakukan menjadi langkah-langkah kecil dan sederhana lalu menjadikannya kebiasaan. sehingga kita bahkan enggak sadar telah melakukannya.
Dalam buku Atomic Habits James Clear ngebuka banyak fakta menarik dan ilmiah bagaimana kebiasaan bisa sangat menentukan kehidupan seseorang. Dan seringkali kebiasaan yang sangat menentukan hidup itu dimulai dari hal-hal yang amat sederhana. Misal, bangun tidur 5 menit lebih awal, push up 2 kali sehari, baca buku 1 halaman perhari, dll. Dibuku itu juga ada Teori Aturan 2 Menit, dimana yang gw pahami adalah: ketika kita memulai sesuatu kebiasaan baru, kebiasaan itu harus bisa dilakukan kurang dari 2 menit. Cobalah mulai dengan sesuatu yang sangat sederhana. Seperti kalo pengin jadi pemain bola professional ya mulai aja dengan make sepatu. Nanti kan abis make sepatu kita terus jadi latihan, abis latihan pasti bakal jago. Kalau lo pengen jadi musisi, ya mulai aja dengan subscribe chanel tutorial maen musik, dll. Intinya sih, mulai aja dulu, apapun itu. Alih-alih menunda dan terus-terusan ntar - sok - ntar - sok aja.
Contohnya nih. Gw selalu kepengin jadi penulis, karena gw pemalu tapi suka bercerita. Itulah kenapa menulis adalah solusi buat gw. Lalu gw tau, untuk menjadi pencerita yang baik gw harus punya banyak kisah yang bisa diceritakan. Untuk bisa jadi penulis gue perlu punya banyak wawasan yang bisa dibagikan. Dan itu artinya gw juga harus rajin baca. makanya langkah awal yang gw ambil untuk menjadi penulis adalah dengan membaca. awalnya kegiatan membaca itu masih terlalu berat dan males juga untuk gw mulai. Gw lebih suka nongkrong daripada ngabisin waktu berjam-jam buat baca buku. Walaupun gw tau gw perlu membaca buku, tapi gw males ga tau kenapa. maka ketika itu gw break down dengan : nongkrong di tukang koran. Dengan begitu gw bisa nongkrong, tapi juga sambil baca koran. Ntah itu koran kriminal, sport, otomotif. fashion, atau bahkan majalah-majalah dewasa. Terus apa dengan melakukan itu gw otomatis besoknya jadi penulis? Nope!! Walaupun tujuan akhirnya kesana, tapi ini kan soal memulai, dan sesederhana apapun sebuah langkah tetap saja sebuah kemajuan, jadi goalnya juga bukan itu. Tujuannya adalah membiasakan mata gw dengan tulisan, otak gw dengan hal-hal baru, dan ngasih tau alam bawah sadar gw bahwa membaca itu menyenangkan. Setelah dia menangkap itu. Maka membaca akan menjadi kebiasaan gw, dimana saja dan kapan saja. Dan ketika itu terjadi artinya gw udah beberapa langkah lebih maju mendekati tujuan gw sebagai penulis.
Mudah dan enggak kerasa kan? Tapi rasain effectnya dan terkagetlah dengan hasilnya jika lo berhasil melakukan langkah demi langkah kecil itu dengan konsisten setiap hari. Dan ya, konsisten adalah koentji. (akan kita bahan pada tulisan yang lain)
Tapi untuk permulaan we just need to take tiny steps and make it easy lalu biarkan semesta bekerja. Sehingga ketika kita melihat orang lain lebih dulu berhasil melakukannya alih-alih jadi iri kita malah akan termotivasi. Alih-alih bilang : dia bisa kenapa gue engga?? Tapi kita akan bilang : on my way, see you on top, juragan.
Good luck, for us. Cherrs. 😏
Ubi Societas ibi uis – Di mana
ada masyarakat disitu ada hukum. Begitu kurang lebih Bunyi Adagium yang paling
terkenal ketika kita mencoba membahas tentang hukum. Artinya hukum adalah
sesuatu yang mutlak harus dan pasti ada ditengah-tengah kehidupan manusia.
Bahkan alam semesta. Hukum adalah dasar kehidupan, atau malah, hukum adalah
kehidupan itu sendiri.
Tujuan dari Hukum adalah keadilan.
Karena sebagai manusia yang katanya makhluk sosial dan harus hidup berdampingan
satu sama lain, dengan ego dan kepentingannya masing-masing, Di perlukan suatu
aturan, dasar pijakan untuk saling menjaga agar tidak saling merugikan. Ketika
terjadi kesalahan, maka hukum hadir sebagai alat penyeimbang.
Kasus
#PenyiramanAirKerasNovelBaswedan jelas menjadi satu omong kosong yang mencederai
rasa keadilan banyak orang. Tak perlu menjadi ahli hukum untuk berpendapat
bahwa apa yang terjadi bukanlah keadilan. pada akhirnya kita tahu semuanya
hanya dagelan.
Gimana critanya, nyiram air keras
ke muka orang Cuma di tuntut 1 tahun penjara? Ketika kita protes mereka bilang
: semua sudah sesuai mekanisme hukum, kita mencoba seadil mungkin, karena
dimata hukum keadilan bukan hanya untuk korban, tapi juga untuk pelaku. Mereka
sudah meminta maaf, apa yang mereka lakukan juga tidak sengaja. Blablabla.
Kalau memang itu yang disebut keadilan, rasanya kita sedang berusaha menghina
diri kita sendiri.
Sementara di halaman lain, berapa
banyak orang-orang yang justru bernasib jelek ketika bersinggungan dengan
hukum, coba aja lo googling dengan keyword : kasus-kasus hukum paling menyayat
hati di Indonesia. Maka lo akan kebingungan seperti apa sebenernya hukum itu
bekerja, khususnya di Negara ini. Ada nenek-nenek yang dihukum karena nyolong
kayu yang di tanam suaminya sendiri lah, ada nenek-nenek yang dihukum karena
nyolong kakau seharga 2000 perak lah, bahkan gue masih inget banget kasus
Fidelis yang ditangkep bahkan sampai di penjara karena menanam ganja untuk
mengobati istrinya.
Oya, terbaru ada lagi kasus ganja
medis yang menjerat Reyndhart Siahaan, dimana dia ditangkep karena mengkonsumsi
ganja untuk mengobati penyakit syaraf yang dideritanya. Kenapa kok tiba-tiba
nyambungnya ke ganja? Gue juga enggak tau. Ketika gue menulis ini tiba-tiba gue
keinget sama tayangan konferensi persnya Dwi Sasono yang kebetulan juga
ketangkep gara-gara ganja belum lama ini. Dalam video itu, dengan kostum
seperti penjahat kelas kakap, lengkap dengan penutup wajah, beliau bilang
dengan suara bergetar : saya bukan penjahat, saya bukan kriminal, saya bukan
penipu, saya korban. Dan menyaksikan itu hati gue sedih, men.
Iya oke dia salah, atau menyalahi aturan. Tapi
coba kita lihat di konferensi lain, para koruptor masih bisa cengengesan.
Penjahat-penjahat sebenarnya seperti para tersangka dikasus
#PenyiramanAirKerasNovelBaswedan masih bisa petentang petenteng, merasa benar
dan pada akhirnya memang hanya dihukum ringan. Terus nanti dibilang : hal salah
dibandingkan dengan yang salah tidak menjadi benar. Lah iya gue lagi ga nyari
kebenaran, gw lagi nyari keadilan. Dimana letak adilnya? dimana letak hukumnya?? Atau
barangkali benar seperti yang dikatakan banyak orang, pada akhirnya hukum hanya
dijadikan mainan oleh mereka yang punya kekuasaan. Para penegaknya pun, lebih
takut kehilangan pangkat dan jabatan daripada memperjuangkan keadilan.
Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Machiavelli
tentang oportunisme. Ketika ditanya lebih baik ditakuti atau dicintai maka ia
menjawab : Manusia tidak segan-segan lebih membela orang yang mereka takuti dibanding
yang mereka cintai, karena cinta diikat oleh rantai kewajiban. Pada saat
manusia telah mendapatkan apa yang diinginakannya, rantai tersebut akan putus. Sebaliknya,
rasa takut tidak akan pernah gagal.
Nggak usah lo cape-cape jelasin
segala hal tentang ilmu hukum ke gue, nggak usah lu jelasin lagi apa itu
keadilan sama gue, bahkan kalo lo bacain kitab undang-undang 7 hari 7 malem di
depan muka gue pun rasanya gue Cuma pengin jawab : Oh
Karena semua ini adalah
penghianatan, dan menghianati hukum sama saja dengan menghianati kehidupan. Lalu
apalagi yang mau kita harapkan kalau kehidupan pun sudah kita hianati??
Jika ditanya apa yang paling tua
di alam semesta? Jawabannya adalah hukum, barangkali dialah yang Tuhan ciptakan
pertama kali. dia ada sebelum semuanya bermula, kata “KUN” atau “Jadilah” yang
Tuhan ucapkan adalah hukum, sangat jauh lebih tua dari sekedar undang-undang
hamurabi di zaman Babilonia. Maka ternyata menghianati hukum bukan hanya
menghianati kehidupan tapi juga menghianati Tuhan.
Dan siapalah kita berani
menghianati Tuhan? Di sengat Corona makhluk kecil tak kasat mata saja sudah
panik luar biasa.
Semoga kita lekas segar, karena
bodoh bisa belajar. Tapi sembrono?? Biasanya harus di hajar dulu baru sadar. L
“Kebanyakan masalah di hidup kita disebabkan oleh dua hal: kita bertindak tanpa berpikir,atau berpikir tanpa bertindak.” kurang lebih demikian kalimat yang di ucapkan oleh seorang teman 9 tahun yang lalu ke gw ketika lagi galau-galaunya mikirin hidup. gw gak tau harus melakukan apa sama hidup gue. kerja nggak jelas, skill nggak punya, pendidikan pun acak-acakan.
dari dulu hobi gw emang mikir. tapi mikir doang actionnya nol. gw selalu punya ide-ide yang sangkin briliannya sampe gw sendiri kesulitan untuk mewujudkannya. hahaha
gw juga selalu kesulitan setiap kali mencoba konsisten dengan apa yang gw suka. hasilnya gw jadi manusia gak jelas dengan banyak hobi tapi nggak ada satu pun yang mateng.
sampai ketika gw ikut kerja sama seseorang yang kaya raya buat ngurusin perpustakaan pribadinya dia dimana kerjaan gw tiap hari baca buku karena gw harus menyusun buku sesuai klasifikasinya. gw nemuin tumpukan buku PEAK karya Anders Ericsson. pas gw baca isinya ternyata bagus dan bikin gw jadi tau apa yang harus gw lakukan dengan hidup gw. makanya sekarang gw pengin share barangkali aja ada temen-temen diluar sana yang sedang mengalami kegalauan-kegalauan dalam hidup seperti yang gw rasakan dulu dan berharap ini bisa sedikit membantu.
Anders Ericsson sendiri adalah seorang Profesor Psikologi yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk meneliti para expert. dia meneliti tentang apa yang mereka lakukan sehingga mampu menjadi Ahli dalam sesuatu. bahkan ahlinya ahli, intinya inti, core of the core..lho?? kok jadi Pak ndul?? heuheu. dan ternyata yang mereka lakukan salah satunya adalah dengan belajar menggunakan metode Deliberate Practice. Deliberate Practice adalah metode belajar untuk meningkatkan performa dan keahlian tertentu dengan cara melakukannya terus menerus dan dengan cara yang benar serta efektif.
Dalam salah satu judul penelitiannya yang berjudul : “The Role of Deliberate Practice in the Acquisition of Expert Performance” Ericsson memberi kita setidaknya 4 tips untuk bisa melakukan Deliberate Practice.
Tips yang pertama adalah : Motivasi
Kita akan menjadi apa yang kita pikirkan. maka sangat penting untuk menanamkan motivasi dan optimisme yang tinggi dalam setiap tindakan yang kita ambil. Deliberate Practice adalah kegiatan jangka panjang yang harus dilakukan secara konsisten dan teratur. karena menurut Ericsson, untuk bisa menjadi Ahli kita perlu setidaknya menghabiskan waktu selama 10.000 jam untuk terus mempelajari apa yang ingin kita kuasai. bayangkan kalo kita nggak punya motivasi yang kuat? pasti belum apa-apa udah bosen di tengah jalan.
Tapi namanya manusia gw tau nggak gampang untuk menjaga motivasi tetap membara. nah di sinilah pentingnya apresiasi. sering-sering lah apresiasi diri kita sendiri. karena mengharapkan apresiasi dari luar diri kita sendiri seringkali malah mengecewakan dan menimbulkan demotivasi. yakinkan bahwa kita tidak di letakan oleh Tuhan kedunia hanya untuk begini-begini aja. pasti ada tujuan luar biasa yang Tuhan rencakanan untuk kita. makanya hargai apapun yang kita kerjakan, jangan pernah meremehkan diri kita sendiri. karena kata Plato : “Jangan pernah mematahkan semangat kepada siapa pun yang terus membuat kemajuan, tidak peduli seberapa lambat."
Tips yang kedua adalah : Latihan yang terencana.
Ketika orang bilang “Practice makes perfect” mungkin mereka nggak salah. tapi menurut Ericsson yang lebih bener lagi adalah adalah “perfect practice that makes perfect.” karena Deliberate Practire di desain khusus agar supaya skill kita meningkat pesat dan berhasil menjadi ahli makanya kita pun nggak bisa sembarangan berlatih tanpa efektivitas yang jelas.
Misal kita pengin Ahli menggambar, kita perlu cari tau jenis gambar model apa yang pengin kita kuasai? realistis kah? animasi kah? dengan begitu kita akan lebih fokus dan terhindar dari multitasking learning yang justru malah bikin rusak otak.
Tips ketiga adalah : Feedback.
Udah semangat banget, udah konsisten dan terencana, setelah sedikit demi sedikit kita mampu menghasilkan sesuatu dari yang kita pelajari langkah selanjutnya adalah mencari feedback atau umpan balik. karena hanya dengan feedback kita tau seberapa jauh kualitas pencapaian kita. karena target kita adalah melewati standar yang ada maka sangat penting untuk terus menerut mencari feedback agar kita tau letak kekurangan-kekurangan yang perlu di perbaiki dengan cara membandingkan dengan standar yang sudah ada ataupun dengan bimbingan mentor atau guru. bisa juga dengan ikut lomba atau kompetisi untuk mengukur sudah sejauh apa kemampuan kita.
Dan tips yang terakhir adalah : Repetisi atau pengulangan.
Seperti yang dijelasin di atas untuk menjadi Ahlinya Ahli kita memerlukan waktu setidaknya 10.000 jam. maka selama itu pula kita perlu menjaga motivasi tetap membara, melakukan latihan yang terencana dan mencari feedback terus menerus karena Repetisi adalah Koentji.
Kok lama? kok susah? enggak ada yang mudah dalam hidup ini, anak muda. Deliberate Practice membutuhkan komitmen, fokus, usaha, dan ketahanan mental yang kuat. dan kalo kita berhasil melalui semua itu, kita pasti akan mendapatkan peningkatan skill dan jadi Ahli di bidang yang kita pelajari. ini menjadi penting karena konon di era Globalisasi dan Revolusi digital 4.0 kaya zaman sekarang yang di butuhkan oleh dunia adalah para expert-expert di bidang tertentu, bukan orang-orang dengan banyak keahilan tapi semuanya setengah mateng.
Pada akhirnya, gw membuktikan sendiri bahwa dengan langkah-langkah yang tepat nggak ada yang nggak mungkin dalam hidup ini. karena seperti judul film documentarnya Joe Strommer yang dijadikan prinsip hidup oleh salah seorang kawan bahwa “The Future is Unwitten”. maka jangan pernah menyerah, jangan pernah putus asa dan jangan anggap mimpi-mimpi hanya angan-angan saja.
Terahir, gw pengin mengutip sebuah kalimat dari mendiang Stephen Hawking “Betapa pun sulitnya kehidupan, tampaknya selalu ada sesuatu yang dapat Anda lakukan dan sukseskan. Sangat penting bahwa Anda tidak menyerah. Bebaskan imajinasi Anda. Bentuklah masa depan,"
Salam.
"Die Religion ... ist das Opium des Volkes", atau bahasa Indonesianya “Agama... adalah opium bagi masyarakat" merupakan salah satu quotes dari Karl Marx yang paling populer. Quotes tersebut diambil dari tulisannya yg berjudul "A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right" yang muncul di media Deutsch-Französische Jahrbücher, Paris pada tanggal 7 & 10 Febuari 1844.
Sebagai seorang theis, sejak awal gue jelas langsung menolak apa yang dikatakan oleh Marx. karena berdasarkan apa yang gw pelajari dari kecil. agama adalah tuntunan hidup. Ia (agama) adalah jawaban dari Tuhan untuk begitu banyak pertanyaan dalam hidup, dan memang itu kenyataannya. maka ketika Marx menyamakan agama dengan candu yang menenangkan,menahan rasa sakit , ilusi, tapi juga bikin kecanduan dan destruktif maka gw otomatis gak setuju.
Tapi melihat kondisi hari ini, rasa-rasanya gue mulai mengerti. kenapa dulu Marx sampe kefikiran buat ngomong begitu. Pada awalnya mungkin quotes itu lahir atas dasar kritik Marx terhadap gereja, karena menurutnya ada hubungan ‘kotor’ antara gereja dengan pemegang kekuasaan yang terjadi di ranah agama dan politik Eropa pada abad ke 19. Marx sadar dan geram dengan kenyataan bahwa kaum elit penguasa itu menggunakan agama untuk memobilisasi rakyat untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri. persis seperti apa yang terjadi pada kita hari ini. dinamika politik di Indonesia hari ini polanya gak jauh-jauh dari agama. setiap hari, isu yang di angkat selalu soal agama. semua politisi berlomba-lomba untuk “menjadi” agamis. ada yang milih wakil presiden dari kalangan ulama, ada juga yang nyalon Presiden karena dukungan ulama, dll.
Awalnya gw seneng, karena gw fikir “Ah mungkin ini nih era kebangkitan itu”. dimana agama menjadi motor utama. gw optimis ketika masing-masing pihak mengklaim bertindak dan berjuang atas dasar agama, dan gw percaya jika memang seperti itu, maka siapapun yang menang hasilnya pasti bagus untuk kita semua.
Tapi kemudian keadaan membuat gw bingung. gw seperti berada di tengah-tengah orang-orang yang lagi Mabar Mobile legend dan gw gak main sendiri. setiap orang asik dengan fikirannya sendiri-sendiri, dengan caci makinya sendiri-sendiri, dengan emosi, kekesalan dan kebanggaannya sendiri-sendiri. sementara gw bingung dengan apa yang harus gw lakukan bahkan apa yang harus gw fikirkan.
semakin hari, kita bukannya semakin baik malah semakin hancur. kita ribut nggak udah-udah. perpecahan dimana-mana, provokasi dan caci maki membabi buta. membuat gw bertanya, kalo memang kita bergerak atas dasar agama? kenapa kehancuran yang kita terima? yang salah agamanya? atau kitanya yang kualat karena udah memperalat agama untuk tujuan-tujuan yang tidak seharusnya?
Mungkin jika terus seperti ini, alih-alih menjaga marwah atau kehormatan agama. kita justru sedang merendahkannya. dan jika apa yang kita lakukan kemudian melahirkan Marx2 baru yang anti agama, maka kita sendirilah orang pertama paling pantas untuk disalahkan.
Tan Malaka pernah bilang “Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil itu sendiri.” maka jika kita menginginkan kebaikan, tapi prosesnya sendiri tidak baik, maka sia-sialah semuanya.
Pada akhirnya, kita hanya bisa bertanya-tanya, sampai kapan semua ini akan berakhir? karena jika dilihat dari yang udah-udah, sepertinya perdamaian masih jauh. ntah kita sedang berada di era kerusakan karena ulah kita sendiri, atau memang kita sedang berada dalam proses “Revolusi” yang menurut Bung Karno adalah : “Menjebol dan Membangun”. tapi apapun itu mudah-mudahan seperti yang ditegaskan oleh Trotsky, bahwa masa damai itu mungkin ada.
Wallahu’alam.
Hari ini di forum-forum kontent creator ramai oleh teman-teman creator yang mengeluhkan tentang minimnya apresiasi publik terhadap karya mereka. ada yang mengeluh tentang konten youtubenya yang dibikin dengan susah payah tapi setelah di upload minim dapat respon positive. ada pula blogger yang sudah susah payah bikin artikel, tapi setelah di publish hanya dalam hitungan jam tulisannya udah di copy oleh ratusan blog-blog lain dan sialnya blog-blog peng copy itu yang malah nangkring di page one google. belum lagi keluh kesah temen-temen ilustrator, tukang gambar manual, tukang bikin lagu, tukang jualan obat kuat, dll yang selalu kena grebek sama polisi moral setiap kali ngepublish karya mereka. udah susah-susah bikin gambar, tulisan, atau lagu cuma buat di kecam : Wah apaan nih sampah!! Perusak moral!! liberal!! bla..bla..bla..hahaha
Hal ini nggak cuma berlaku di dunia seni tentunya, apapun Profesi kita, mau itu Seniman, Buruh, Pedagang, atau makelar Tanah sekalipun hal paling penting tentu saja apresiasi. dalam bentuk apa saja. karena selain menjadi bukti bahwa hasil kerja kita diakui, apresiasi juga menjadi dorongan tersendiri untuk terus berkreasi. gak gampang memang untuk mendapatkannya, alih-alih dapet pujian, yang kita dapat malah lebih sering caci maki dan hinaan. hahaha
Bagi gw pribadi, proses kreativitas, adalah sarana rasa syukur kepada Tuhan karena telah memberikan kita fikiran dan ketrampilan, bahwa DIA pasti gak akan seneng kalo kita menyia-nyiakannya begitu saja.
Makanya ketika membahas ini gw jadi inget sama Peringatan Isra Mi’raj yang baru saja di peringati 2 hari yang lalu. kebanyakan kita hanya mengaitkan Isra Mi’raj dengan perintah sholat 5 waktu. gak salah sih, tapi jika di gali lebih dalam, ada pelajaran lain yang lebih menarik disana. yaitu soal perjalanan, bahwasanya segala hal yang kita lakukan dalam hidup ini adalah “kerjaan” Tuhan yang memperjalankan kita. makanya gak usah terlalu khawatir, pun gak usah terlalu Pede. Tuhan yang punya perjalanan, IA juga yang akan menjamin semua akomodasinya. Alaika d Da’wah , Wa a lainal Balagh.. kerjain aja, sisanya urusanKu, begitu kata Tuhan.
Itu dari sudut pandang Agama, dari sudut pandang pengembangan diri, gw jadi inget sama konsep Adversity Quotient’nya Paul G Stoltz. menurut dia, Adversity Quotient adalah kecerdasan untuk mengubah hambatan menjadi peluang. kecerdasan yang sama yang dipake oleh Thomas Alfa Edison ketika akhirnya dia berhasil menemukan Lampu setelah melewati 50.000 kali percobaan. ketika ditanya apa rasanya akhirnya berhasil setelah ribuan kali gagal? dia jawab : gagal? gue gak gagal, gue justru berhasil menemukan 50.000 penyebab kenapa sebuah lampu gak berfungsi. gokill kan?
Kembali ke Paul G Stoltz, dia memakai terminologi para Pendaki Gunung untuk menjelaskan konsepnya. menurutnya ada 3 tipe pendaki Gunung. yaitu :
Quiter (Si gampang menyerah) boro-boro sampai puncak, baru naik bukit udah ngap-ngapan dan minta pulang. persis seperti mereka yang gak punya visi dalam hidup, dikit-dikit putus asa dan gak pernah mampu menyelesaikan apa-apa.
Lalu yang kedua Camper (Si Tukang Kemah) bagi mereka, gak perlu lah cape-cape kepuncak, cukup cari tempat yang paling Pewe di punggung bukit, gelar tenda terus ngecamp deh disitu. mereka sedikit lebih baik dari si Quiter, tapi kadang mereka terlalu suka berada di zona nyaman, akhirnya smua cita-cita besarnya selalu mandeg di tengah jalan.
dan yang terakhir adalah Climber (Si Pendaki Sejati) Orang-orang yang selalu berhasil sampai puncak, selalu berhasil melawan rasa malas dan putus asa, gak kenal lelah, berani menghadapi segala resiko. jangankan angin dan badai, macan ada di depannya juga macannya yang di tubruk sama dia.
Pelajaran dari semuanya di atas adalah, jika memang kita serius ingin berkarya, maka cukup jadikan Tuhan satu-satunya Audiens kita, lakukan apa yang memang kita suka terus menerus, dengan dedikasi, konsistensi dan determinasi. Insya Allah, kalopun tidak dapat apresiasi hari ini, tapi kita akan meninggalkan banyak legacy untuk anak cucu kita nanti.
lagipula, konon berkarya bukan soal sebanyak apa yang mengapresiasi, tapi soal sebanyak apa yang tertuang dari hati.
with love, A. Moezaki Irkham
untuk teman-teman yang sedang berada di persimpangan keraguan dan keputus asaan..
Hal ini nggak cuma berlaku di dunia seni tentunya, apapun Profesi kita, mau itu Seniman, Buruh, Pedagang, atau makelar Tanah sekalipun hal paling penting tentu saja apresiasi. dalam bentuk apa saja. karena selain menjadi bukti bahwa hasil kerja kita diakui, apresiasi juga menjadi dorongan tersendiri untuk terus berkreasi. gak gampang memang untuk mendapatkannya, alih-alih dapet pujian, yang kita dapat malah lebih sering caci maki dan hinaan. hahaha
Makanya cara paling aman, paling nyaman, dan paling bener menurut gw agar kita tetep bisa terus berkarya adalah jangan pernah mengharapkan apresiasi. karena mengharapkan Apresiasi hanya bikin Frustasi lalu setelah itu kreativitas pun mati.
Bagi gw pribadi, proses kreativitas, adalah sarana rasa syukur kepada Tuhan karena telah memberikan kita fikiran dan ketrampilan, bahwa DIA pasti gak akan seneng kalo kita menyia-nyiakannya begitu saja.
Makanya ketika membahas ini gw jadi inget sama Peringatan Isra Mi’raj yang baru saja di peringati 2 hari yang lalu. kebanyakan kita hanya mengaitkan Isra Mi’raj dengan perintah sholat 5 waktu. gak salah sih, tapi jika di gali lebih dalam, ada pelajaran lain yang lebih menarik disana. yaitu soal perjalanan, bahwasanya segala hal yang kita lakukan dalam hidup ini adalah “kerjaan” Tuhan yang memperjalankan kita. makanya gak usah terlalu khawatir, pun gak usah terlalu Pede. Tuhan yang punya perjalanan, IA juga yang akan menjamin semua akomodasinya. Alaika d Da’wah , Wa a lainal Balagh.. kerjain aja, sisanya urusanKu, begitu kata Tuhan.
Itu dari sudut pandang Agama, dari sudut pandang pengembangan diri, gw jadi inget sama konsep Adversity Quotient’nya Paul G Stoltz. menurut dia, Adversity Quotient adalah kecerdasan untuk mengubah hambatan menjadi peluang. kecerdasan yang sama yang dipake oleh Thomas Alfa Edison ketika akhirnya dia berhasil menemukan Lampu setelah melewati 50.000 kali percobaan. ketika ditanya apa rasanya akhirnya berhasil setelah ribuan kali gagal? dia jawab : gagal? gue gak gagal, gue justru berhasil menemukan 50.000 penyebab kenapa sebuah lampu gak berfungsi. gokill kan?
Kembali ke Paul G Stoltz, dia memakai terminologi para Pendaki Gunung untuk menjelaskan konsepnya. menurutnya ada 3 tipe pendaki Gunung. yaitu :
Quiter (Si gampang menyerah) boro-boro sampai puncak, baru naik bukit udah ngap-ngapan dan minta pulang. persis seperti mereka yang gak punya visi dalam hidup, dikit-dikit putus asa dan gak pernah mampu menyelesaikan apa-apa.
Lalu yang kedua Camper (Si Tukang Kemah) bagi mereka, gak perlu lah cape-cape kepuncak, cukup cari tempat yang paling Pewe di punggung bukit, gelar tenda terus ngecamp deh disitu. mereka sedikit lebih baik dari si Quiter, tapi kadang mereka terlalu suka berada di zona nyaman, akhirnya smua cita-cita besarnya selalu mandeg di tengah jalan.
dan yang terakhir adalah Climber (Si Pendaki Sejati) Orang-orang yang selalu berhasil sampai puncak, selalu berhasil melawan rasa malas dan putus asa, gak kenal lelah, berani menghadapi segala resiko. jangankan angin dan badai, macan ada di depannya juga macannya yang di tubruk sama dia.
Pelajaran dari semuanya di atas adalah, jika memang kita serius ingin berkarya, maka cukup jadikan Tuhan satu-satunya Audiens kita, lakukan apa yang memang kita suka terus menerus, dengan dedikasi, konsistensi dan determinasi. Insya Allah, kalopun tidak dapat apresiasi hari ini, tapi kita akan meninggalkan banyak legacy untuk anak cucu kita nanti.
lagipula, konon berkarya bukan soal sebanyak apa yang mengapresiasi, tapi soal sebanyak apa yang tertuang dari hati.
with love, A. Moezaki Irkham
untuk teman-teman yang sedang berada di persimpangan keraguan dan keputus asaan..