Powered by Blogger.

Just a Little Stories

sekedar caraku untuk mengerti apa itu hidup? untuk apa aku hidup? dan seperti apa aku menjalani hidup..


Pernah engga lo ngeliat orang lain, entah itu temen, keluarga, artis idola, ustadz, ilmuwan, atau siapapun terus lo kagum dengan pencapainnya lalu bergumam dalam hati : anjirr harusnya itu gw.

Bukan iri,

Cuman apa yang dia capai adalah hal yang selama ini lo inginkan. dan lo tau klo sebenernya lo bisa aja jadi dia, lo pernah bercita-cita untuk jadi seperti dia, lo merencanakan untuk jadi seperti dia ,lo tau apa yang harus dilakukan untuk menjadi seperti dia. Tapi sekarang lo melihat pencapaiannya pada orang lain. Sedangkan lo, masih di posisi yang sama seperti ketika lo merencanakan itu semua, mungkin itu 1 tahun yang lalu, 2 tahun yang lalu, atau 10 tahun yang lalu.

Dan semua itu terjadi hanya karena lo ga melakukan 1 hal : Memulai. Dan tentu saja apapun alasannya selalu ada pilihan untuk memulai, dengan sebuah tindakan yang sangat simple dan sederhana sekalipun.

What happen?? Dalam dunia Human Behavior Namanya Inertia Effect, atau lebih beken dengan istilah Terjebak Di Zona Nyaman. Dan ini instingtif. Artinya memang udah dari sononya kita itu enggan untuk bergerak, bertindak dan melakukan perubahan serta lebih suka dengan status quo Zona Nyaman. Feeling good dan Pewe Pewean ala anak pantai. 

Tapiii, walaupun bawaan lahir bukan berarti kita boleh membiarkan dan mentolerirnya begitu aja. Justru karena kita tahu si Inertia Effect ini instingtif dan dia adalah penghambat, maka kita perlu untuk mengalahkannya. Supaya hidup kita enggak dikendaliin sama dia terus kita nyemplung ke jurang penyesalan yang sangat nestapa.

Terus gimana cara ngalahinnya cek? Temukan dorongan dari dalam diri. Cari alasan yang cukup kuat kenapa kita harus dan mesti melakukan itu. Bisa alasan apa aja. Entah itu passion kah, materi kah, harga diri kah, cinta kah, whatever. Dan jadikan itu tujuan, bukan sekedar angan atau keinginan. (Walaupun hampir sama saja, tapi tujuan 1 level lebih tinggi dari keinginan.) sederhana memang, tapi jangan remehkan kesederhanaan dalam memulai sesuatu. Karena seringkali hal-hal besar dimulai dari hal-hal yang sangat sederhana. Nah ketika sudah melakukan ini artinya kita sudah selangkah lebih maju, dalam berfikir.

Lalu, Untuk bisa berhasil kita perlu menselaraskan 2 hal. Fikiran dan tindakan. Maka jika tadi kita udah bikin fikiran kita melangkah. Sekarang waktunya membuat tindakan bekerja. Bagaimana caranya? Jika dalam teori Inertia Effect kita itu cenderung resisten terhadap perubahan drastis dalam diri, maka kita bisa membreak down apa yang akan kita lakukan menjadi langkah-langkah kecil dan sederhana lalu menjadikannya kebiasaan. sehingga kita bahkan enggak sadar telah melakukannya.

Dalam buku Atomic Habits James Clear ngebuka banyak fakta menarik dan ilmiah bagaimana kebiasaan bisa sangat menentukan kehidupan seseorang. Dan seringkali kebiasaan yang sangat menentukan hidup itu dimulai dari hal-hal yang amat sederhana. Misal, bangun tidur 5 menit lebih awal, push up 2 kali sehari, baca buku 1 halaman perhari, dll. Dibuku itu juga ada Teori Aturan 2 Menit, dimana yang gw pahami adalah: ketika kita memulai sesuatu kebiasaan baru, kebiasaan itu harus bisa dilakukan kurang dari 2 menit. Cobalah mulai dengan sesuatu yang sangat sederhana. Seperti kalo pengin jadi pemain bola professional ya mulai aja dengan make sepatu. Nanti kan abis make sepatu kita terus jadi latihan, abis latihan pasti bakal jago. Kalau lo pengen jadi musisi, ya mulai aja dengan subscribe chanel tutorial maen musik, dll. Intinya sih, mulai aja dulu, apapun itu. Alih-alih menunda dan terus-terusan ntar - sok - ntar - sok aja.

Contohnya nih. Gw selalu kepengin jadi penulis, karena gw pemalu tapi suka bercerita. Itulah kenapa menulis adalah solusi buat gw. Lalu gw tau, untuk menjadi pencerita yang baik gw harus punya banyak kisah yang bisa diceritakan. Untuk bisa jadi penulis gue perlu punya banyak wawasan yang bisa dibagikan. Dan itu artinya gw juga harus rajin baca. makanya langkah awal yang gw ambil untuk menjadi penulis adalah dengan membaca. awalnya kegiatan membaca itu masih terlalu berat dan males juga untuk gw mulai. Gw lebih suka nongkrong daripada ngabisin waktu berjam-jam buat baca buku. Walaupun gw tau gw perlu membaca buku, tapi gw males ga tau kenapa. maka ketika itu gw break down dengan : nongkrong di tukang koran. Dengan begitu gw bisa nongkrong, tapi juga sambil baca koran. Ntah itu koran kriminal, sport, otomotif. fashion, atau bahkan majalah-majalah dewasa. Terus apa dengan melakukan itu gw otomatis besoknya jadi penulis? Nope!! Walaupun tujuan akhirnya kesana, tapi ini kan soal memulai, dan sesederhana apapun sebuah langkah tetap saja sebuah kemajuan, jadi goalnya juga bukan itu. Tujuannya adalah membiasakan mata gw dengan tulisan, otak gw dengan hal-hal baru, dan ngasih tau alam bawah sadar gw bahwa membaca itu menyenangkan. Setelah dia menangkap itu. Maka membaca akan menjadi kebiasaan gw, dimana saja dan kapan saja. Dan ketika itu terjadi artinya gw udah beberapa langkah lebih maju mendekati tujuan gw sebagai penulis.

Mudah dan enggak kerasa kan? Tapi rasain effectnya dan terkagetlah dengan hasilnya jika lo berhasil melakukan langkah demi langkah kecil itu dengan konsisten setiap hari. Dan ya, konsisten adalah koentji. (akan kita bahan pada tulisan yang lain)

Tapi untuk permulaan we just need to take tiny steps and make it easy lalu biarkan semesta bekerja. Sehingga ketika kita melihat orang lain lebih dulu berhasil melakukannya alih-alih jadi iri kita malah akan termotivasi. Alih-alih bilang : dia bisa kenapa gue engga?? Tapi kita akan bilang : on my way, see you on top, juragan.

Good luck, for us. Cherrs. 😏
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments


Ubi Societas ibi uis – Di mana ada masyarakat disitu ada hukum. Begitu kurang lebih Bunyi Adagium yang paling terkenal ketika kita mencoba membahas tentang hukum. Artinya hukum adalah sesuatu yang mutlak harus dan pasti ada ditengah-tengah kehidupan manusia. Bahkan alam semesta. Hukum adalah dasar kehidupan, atau malah, hukum adalah kehidupan itu sendiri.

Tujuan dari Hukum adalah keadilan. Karena sebagai manusia yang katanya makhluk sosial dan harus hidup berdampingan satu sama lain, dengan ego dan kepentingannya masing-masing, Di perlukan suatu aturan, dasar pijakan untuk saling menjaga agar tidak saling merugikan. Ketika terjadi kesalahan, maka hukum hadir sebagai alat penyeimbang.

Kasus #PenyiramanAirKerasNovelBaswedan jelas menjadi satu omong kosong yang mencederai rasa keadilan banyak orang. Tak perlu menjadi ahli hukum untuk berpendapat bahwa apa yang terjadi bukanlah keadilan. pada akhirnya kita tahu semuanya hanya dagelan.

Gimana critanya, nyiram air keras ke muka orang Cuma di tuntut 1 tahun penjara? Ketika kita protes mereka bilang : semua sudah sesuai mekanisme hukum, kita mencoba seadil mungkin, karena dimata hukum keadilan bukan hanya untuk korban, tapi juga untuk pelaku. Mereka sudah meminta maaf, apa yang mereka lakukan juga tidak sengaja. Blablabla. Kalau memang itu yang disebut keadilan, rasanya kita sedang berusaha menghina diri kita sendiri.

Sementara di halaman lain, berapa banyak orang-orang yang justru bernasib jelek ketika bersinggungan dengan hukum, coba aja lo googling dengan keyword : kasus-kasus hukum paling menyayat hati di Indonesia. Maka lo akan kebingungan seperti apa sebenernya hukum itu bekerja, khususnya di Negara ini. Ada nenek-nenek yang dihukum karena nyolong kayu yang di tanam suaminya sendiri lah, ada nenek-nenek yang dihukum karena nyolong kakau seharga 2000 perak lah, bahkan gue masih inget banget kasus Fidelis yang ditangkep bahkan sampai di penjara karena menanam ganja untuk mengobati istrinya.

Oya, terbaru ada lagi kasus ganja medis yang menjerat Reyndhart Siahaan, dimana dia ditangkep karena mengkonsumsi ganja untuk mengobati penyakit syaraf yang dideritanya. Kenapa kok tiba-tiba nyambungnya ke ganja? Gue juga enggak tau. Ketika gue menulis ini tiba-tiba gue keinget sama tayangan konferensi persnya Dwi Sasono yang kebetulan juga ketangkep gara-gara ganja belum lama ini. Dalam video itu, dengan kostum seperti penjahat kelas kakap, lengkap dengan penutup wajah, beliau bilang dengan suara bergetar : saya bukan penjahat, saya bukan kriminal, saya bukan penipu, saya korban. Dan menyaksikan itu hati gue sedih, men. 

Iya oke dia salah, atau menyalahi aturan. Tapi coba kita lihat di konferensi lain, para koruptor masih bisa cengengesan. Penjahat-penjahat sebenarnya seperti para tersangka dikasus #PenyiramanAirKerasNovelBaswedan masih bisa petentang petenteng, merasa benar dan pada akhirnya memang hanya dihukum ringan. Terus nanti dibilang : hal salah dibandingkan dengan yang salah tidak menjadi benar. Lah iya gue lagi ga nyari kebenaran, gw lagi nyari keadilan.  Dimana letak adilnya? dimana letak hukumnya?? Atau barangkali benar seperti yang dikatakan banyak orang, pada akhirnya hukum hanya dijadikan mainan oleh mereka yang punya kekuasaan. Para penegaknya pun, lebih takut kehilangan pangkat dan jabatan daripada memperjuangkan keadilan.

Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Machiavelli tentang oportunisme. Ketika ditanya lebih baik ditakuti atau dicintai maka ia menjawab : Manusia tidak segan-segan lebih membela orang yang mereka takuti dibanding yang mereka cintai, karena cinta diikat oleh rantai kewajiban. Pada saat manusia telah mendapatkan apa yang diinginakannya, rantai tersebut akan putus. Sebaliknya, rasa takut tidak akan pernah gagal.

Nggak usah lo cape-cape jelasin segala hal tentang ilmu hukum ke gue, nggak usah lu jelasin lagi apa itu keadilan sama gue, bahkan kalo lo bacain kitab undang-undang 7 hari 7 malem di depan muka gue pun rasanya gue Cuma pengin jawab : Oh

Karena semua ini adalah penghianatan, dan menghianati hukum sama saja dengan menghianati kehidupan. Lalu apalagi yang mau kita harapkan kalau kehidupan pun sudah kita hianati??

Jika ditanya apa yang paling tua di alam semesta? Jawabannya adalah hukum, barangkali dialah yang Tuhan ciptakan pertama kali. dia ada sebelum semuanya bermula, kata “KUN” atau “Jadilah” yang Tuhan ucapkan adalah hukum, sangat jauh lebih tua dari sekedar undang-undang hamurabi di zaman Babilonia. Maka ternyata menghianati hukum bukan hanya menghianati kehidupan tapi juga menghianati Tuhan.

Dan siapalah kita berani menghianati Tuhan? Di sengat Corona makhluk kecil tak kasat mata saja sudah panik luar biasa.

Semoga kita lekas segar, karena bodoh bisa belajar. Tapi sembrono?? Biasanya harus di hajar dulu baru sadar. L
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
“Kebanyakan masalah di hidup kita disebabkan oleh dua hal: kita bertindak tanpa berpikir,atau berpikir tanpa bertindak.” kurang lebih demikian kalimat yang di ucapkan oleh seorang teman 9 tahun yang lalu ke gw ketika lagi galau-galaunya mikirin hidup. gw gak tau harus melakukan apa sama hidup gue. kerja nggak jelas, skill nggak punya, pendidikan pun acak-acakan.

dari dulu hobi gw emang mikir. tapi mikir doang actionnya nol. gw selalu punya ide-ide yang sangkin briliannya sampe gw sendiri kesulitan untuk mewujudkannya. hahaha 

gw juga selalu kesulitan setiap kali mencoba konsisten dengan apa yang gw suka. hasilnya gw jadi manusia gak jelas dengan banyak hobi tapi nggak ada satu pun yang mateng.

sampai ketika gw ikut kerja sama seseorang yang kaya raya buat ngurusin perpustakaan pribadinya dia dimana kerjaan gw tiap hari baca buku karena gw harus menyusun buku sesuai klasifikasinya. gw nemuin tumpukan buku PEAK karya Anders Ericsson. pas gw baca isinya ternyata bagus dan bikin gw jadi tau apa yang harus gw lakukan dengan hidup gw. makanya sekarang gw pengin share barangkali aja ada temen-temen diluar sana yang sedang mengalami kegalauan-kegalauan dalam hidup seperti yang gw rasakan dulu dan berharap ini bisa sedikit membantu.

Anders Ericsson sendiri adalah seorang Profesor Psikologi yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk meneliti para expert. dia meneliti tentang apa yang mereka lakukan sehingga mampu menjadi Ahli dalam sesuatu. bahkan ahlinya ahli, intinya inti, core of the core..lho?? kok jadi Pak ndul?? heuheu. dan ternyata yang mereka lakukan salah satunya adalah dengan belajar menggunakan metode Deliberate Practice. Deliberate Practice adalah metode belajar untuk meningkatkan performa dan keahlian tertentu dengan cara melakukannya terus menerus dan dengan cara yang benar serta efektif. 

Dalam salah satu judul penelitiannya yang berjudul : “The Role of Deliberate Practice in the Acquisition of Expert Performance” Ericsson memberi kita setidaknya 4 tips untuk bisa melakukan Deliberate Practice. 

Tips yang pertama adalah : Motivasi

Kita akan menjadi apa yang kita pikirkan. maka sangat penting untuk menanamkan motivasi dan optimisme yang tinggi dalam setiap tindakan yang kita ambil. Deliberate Practice adalah kegiatan jangka panjang yang harus dilakukan secara konsisten dan teratur. karena menurut Ericsson, untuk bisa menjadi Ahli kita perlu setidaknya menghabiskan waktu selama 10.000 jam untuk terus mempelajari apa yang ingin kita kuasai. bayangkan kalo kita nggak punya motivasi yang kuat? pasti belum apa-apa udah bosen di tengah jalan. 

Tapi namanya manusia gw tau nggak gampang untuk menjaga motivasi tetap membara. nah di sinilah pentingnya apresiasi. sering-sering lah apresiasi diri kita sendiri. karena mengharapkan apresiasi dari luar diri kita sendiri seringkali malah mengecewakan dan menimbulkan demotivasi. yakinkan bahwa kita tidak di letakan oleh Tuhan kedunia hanya untuk begini-begini aja. pasti ada tujuan luar biasa yang Tuhan rencakanan untuk kita. makanya hargai apapun yang kita kerjakan, jangan pernah meremehkan diri kita sendiri. karena kata Plato : “Jangan pernah mematahkan semangat kepada siapa pun yang terus membuat kemajuan, tidak peduli seberapa lambat." 

Tips yang kedua adalah : Latihan yang terencana.

Ketika orang bilang “Practice makes perfect” mungkin mereka nggak salah. tapi menurut Ericsson yang lebih bener lagi adalah adalah “perfect practice that makes perfect.” karena Deliberate Practire di desain khusus agar supaya skill kita meningkat pesat dan berhasil menjadi ahli makanya kita pun nggak bisa sembarangan berlatih tanpa efektivitas yang jelas.

Misal kita pengin Ahli menggambar, kita perlu cari tau jenis gambar model apa yang pengin kita kuasai? realistis kah? animasi kah? dengan begitu kita akan lebih fokus dan terhindar dari multitasking learning yang justru malah bikin rusak otak.

Tips ketiga adalah : Feedback.

Udah semangat banget, udah konsisten dan terencana, setelah sedikit demi sedikit kita mampu menghasilkan sesuatu dari yang kita pelajari langkah selanjutnya adalah mencari feedback atau umpan balik. karena hanya dengan feedback kita tau seberapa jauh kualitas pencapaian kita. karena target kita adalah melewati standar yang ada maka sangat penting untuk terus menerut mencari feedback agar kita tau letak kekurangan-kekurangan yang perlu di perbaiki dengan cara membandingkan dengan standar yang sudah ada ataupun dengan bimbingan mentor atau guru. bisa juga dengan ikut lomba atau kompetisi untuk mengukur sudah sejauh apa kemampuan kita.

Dan tips yang terakhir adalah : Repetisi atau pengulangan.

Seperti yang dijelasin di atas untuk menjadi Ahlinya Ahli kita memerlukan waktu setidaknya 10.000 jam. maka selama itu pula kita perlu menjaga motivasi tetap membara, melakukan latihan yang terencana dan mencari feedback terus menerus karena Repetisi adalah Koentji.

Kok lama? kok susah? enggak ada yang mudah dalam hidup ini, anak muda. Deliberate Practice membutuhkan komitmen, fokus, usaha, dan ketahanan mental yang kuat. dan kalo kita berhasil melalui semua itu, kita pasti akan mendapatkan peningkatan skill dan jadi Ahli di bidang yang kita pelajari. ini menjadi penting karena konon di era Globalisasi dan Revolusi digital 4.0 kaya zaman sekarang yang di butuhkan oleh dunia adalah para expert-expert di bidang tertentu, bukan orang-orang dengan banyak keahilan tapi semuanya setengah mateng.

Pada akhirnya, gw membuktikan sendiri bahwa dengan langkah-langkah yang tepat nggak ada yang nggak mungkin dalam hidup ini. karena seperti judul film documentarnya Joe Strommer yang dijadikan prinsip hidup oleh salah seorang kawan bahwa “The Future is Unwitten”. maka jangan pernah menyerah, jangan pernah putus asa dan jangan anggap mimpi-mimpi hanya angan-angan saja.

Terahir, gw pengin mengutip sebuah kalimat dari mendiang Stephen Hawking “Betapa pun sulitnya kehidupan, tampaknya selalu ada sesuatu yang dapat Anda lakukan dan sukseskan. Sangat penting bahwa Anda tidak menyerah. Bebaskan imajinasi Anda. Bentuklah masa depan," 

Salam.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

"Die Religion ... ist das Opium des Volkes", atau bahasa Indonesianya “Agama... adalah opium bagi masyarakat" merupakan salah satu quotes dari Karl Marx yang paling populer. Quotes tersebut diambil dari tulisannya yg berjudul "A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right" yang muncul di media Deutsch-Französische Jahrbücher, Paris pada tanggal 7 & 10 Febuari 1844. 

Sebagai seorang theis, sejak awal gue jelas langsung menolak apa yang dikatakan oleh Marx. karena berdasarkan apa yang gw pelajari dari kecil. agama adalah tuntunan hidup. Ia (agama) adalah jawaban dari Tuhan untuk begitu banyak pertanyaan dalam hidup, dan memang itu kenyataannya. maka ketika Marx menyamakan agama dengan candu yang menenangkan,menahan rasa sakit , ilusi, tapi juga bikin kecanduan dan destruktif maka gw otomatis gak setuju. 

Tapi melihat kondisi hari ini, rasa-rasanya gue mulai mengerti. kenapa dulu Marx sampe kefikiran buat ngomong begitu. Pada awalnya mungkin quotes itu lahir atas dasar kritik Marx terhadap gereja, karena menurutnya ada hubungan ‘kotor’ antara gereja dengan pemegang kekuasaan yang terjadi di ranah agama dan politik Eropa pada abad ke 19. Marx sadar dan geram dengan kenyataan bahwa kaum elit penguasa itu menggunakan agama untuk memobilisasi rakyat untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri. persis seperti apa yang terjadi pada kita hari ini. dinamika politik di Indonesia hari ini polanya gak jauh-jauh dari agama. setiap hari, isu yang di angkat selalu soal agama. semua politisi berlomba-lomba untuk “menjadi” agamis. ada yang milih wakil presiden dari kalangan ulama, ada juga yang nyalon Presiden karena dukungan ulama, dll. 

Awalnya gw seneng, karena gw fikir “Ah mungkin ini nih era kebangkitan itu”. dimana agama menjadi motor utama. gw optimis ketika masing-masing pihak mengklaim bertindak dan berjuang atas dasar agama, dan gw percaya jika memang seperti itu, maka siapapun yang menang hasilnya pasti bagus untuk kita semua. 

Tapi kemudian keadaan membuat gw bingung. gw seperti berada di tengah-tengah orang-orang yang lagi Mabar Mobile legend dan gw gak main sendiri. setiap orang asik dengan fikirannya sendiri-sendiri, dengan caci makinya sendiri-sendiri, dengan emosi, kekesalan dan kebanggaannya sendiri-sendiri. sementara gw bingung dengan apa yang harus gw lakukan bahkan apa yang harus gw fikirkan.

semakin hari, kita bukannya semakin baik malah semakin hancur. kita ribut nggak udah-udah. perpecahan dimana-mana, provokasi dan caci maki membabi buta. membuat gw bertanya, kalo memang kita bergerak atas dasar agama? kenapa kehancuran yang kita terima? yang salah agamanya? atau kitanya yang kualat karena udah memperalat agama untuk tujuan-tujuan yang tidak seharusnya?

Mungkin jika terus seperti ini, alih-alih menjaga marwah atau kehormatan agama. kita justru sedang merendahkannya. dan jika apa yang kita lakukan kemudian melahirkan Marx2 baru yang anti agama, maka kita sendirilah orang pertama paling pantas untuk disalahkan. 

Tan Malaka pernah bilang “Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil itu sendiri.” maka jika kita menginginkan kebaikan, tapi prosesnya sendiri tidak baik, maka sia-sialah semuanya. 

Pada akhirnya, kita hanya bisa bertanya-tanya, sampai kapan semua ini akan berakhir? karena jika dilihat dari yang udah-udah, sepertinya perdamaian masih jauh. ntah kita sedang berada di era kerusakan karena ulah kita sendiri, atau memang kita sedang berada dalam proses “Revolusi” yang menurut Bung Karno adalah : “Menjebol dan Membangun”. tapi apapun itu mudah-mudahan seperti yang ditegaskan oleh Trotsky, bahwa masa damai itu mungkin ada.

Wallahu’alam.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Hari ini di forum-forum kontent creator ramai oleh teman-teman creator yang mengeluhkan tentang minimnya apresiasi publik terhadap karya mereka. ada yang mengeluh tentang konten youtubenya yang dibikin dengan susah payah tapi setelah di upload minim dapat respon positive. ada pula blogger yang sudah susah payah bikin artikel, tapi setelah di publish hanya dalam hitungan jam tulisannya udah di copy oleh ratusan blog-blog lain dan sialnya blog-blog peng copy itu yang malah nangkring di page one google. belum lagi keluh kesah temen-temen ilustrator, tukang gambar manual, tukang bikin lagu, tukang jualan obat kuat, dll yang selalu kena grebek sama polisi moral setiap kali ngepublish karya mereka. udah susah-susah bikin gambar, tulisan, atau lagu cuma buat di kecam : Wah apaan nih sampah!! Perusak moral!! liberal!! bla..bla..bla..hahaha

Hal ini nggak cuma berlaku di dunia seni tentunya, apapun Profesi kita, mau itu Seniman, Buruh, Pedagang, atau makelar Tanah sekalipun hal paling penting tentu saja apresiasi. dalam bentuk apa saja. karena selain menjadi bukti bahwa hasil kerja kita diakui, apresiasi juga menjadi dorongan tersendiri untuk terus berkreasi. gak gampang memang untuk mendapatkannya, alih-alih dapet pujian, yang kita dapat malah lebih sering caci maki dan hinaan. hahaha

Makanya cara paling aman, paling nyaman, dan paling bener menurut gw agar kita tetep bisa terus berkarya adalah jangan pernah mengharapkan apresiasi. karena mengharapkan Apresiasi hanya bikin Frustasi lalu setelah itu kreativitas pun mati. 

Bagi gw pribadi, proses kreativitas, adalah sarana rasa syukur kepada Tuhan karena telah memberikan kita fikiran dan ketrampilan, bahwa DIA pasti gak akan seneng kalo kita menyia-nyiakannya begitu saja.

Makanya ketika membahas ini gw jadi inget sama Peringatan Isra Mi’raj yang baru saja di peringati 2 hari yang lalu. kebanyakan kita hanya mengaitkan Isra Mi’raj dengan perintah sholat 5 waktu. gak salah sih, tapi jika di gali lebih dalam, ada pelajaran lain yang lebih menarik disana. yaitu soal perjalanan, bahwasanya segala hal yang kita lakukan dalam hidup ini adalah “kerjaan” Tuhan yang memperjalankan kita. makanya gak usah terlalu khawatir, pun gak usah terlalu Pede. Tuhan yang punya perjalanan, IA juga yang akan menjamin semua akomodasinya. Alaika d Da’wah , Wa a lainal Balagh.. kerjain aja, sisanya urusanKu, begitu kata Tuhan.

Itu dari sudut pandang Agama, dari sudut pandang pengembangan diri, gw jadi inget sama konsep Adversity Quotient’nya Paul G Stoltz. menurut dia, Adversity Quotient adalah kecerdasan untuk mengubah hambatan menjadi peluang. kecerdasan yang sama yang dipake oleh Thomas Alfa Edison ketika akhirnya dia berhasil menemukan Lampu setelah melewati 50.000 kali percobaan. ketika ditanya apa rasanya akhirnya berhasil setelah ribuan kali gagal? dia jawab : gagal? gue gak gagal, gue justru berhasil menemukan 50.000 penyebab kenapa sebuah lampu gak berfungsi. gokill kan?

Kembali ke Paul G Stoltz, dia memakai terminologi para Pendaki Gunung untuk menjelaskan konsepnya. menurutnya ada 3 tipe pendaki Gunung. yaitu :

Quiter (Si gampang menyerah) boro-boro sampai puncak, baru naik bukit udah ngap-ngapan dan minta pulang. persis seperti mereka yang gak punya visi dalam hidup, dikit-dikit putus asa dan gak pernah mampu menyelesaikan apa-apa.

Lalu yang kedua Camper (Si Tukang Kemah) bagi mereka, gak perlu lah cape-cape kepuncak, cukup cari tempat yang paling Pewe di punggung bukit, gelar tenda terus ngecamp deh disitu. mereka sedikit lebih baik dari si Quiter, tapi kadang mereka terlalu suka berada di zona nyaman, akhirnya smua cita-cita besarnya selalu mandeg di tengah jalan.

dan yang terakhir adalah Climber (Si Pendaki Sejati) Orang-orang yang selalu berhasil sampai puncak, selalu berhasil melawan rasa malas dan putus asa, gak kenal lelah, berani menghadapi segala resiko. jangankan angin dan badai, macan ada di depannya juga macannya yang di tubruk sama dia.

Pelajaran dari semuanya di atas adalah, jika memang kita serius ingin berkarya, maka cukup jadikan Tuhan satu-satunya Audiens kita, lakukan apa yang memang kita suka terus menerus, dengan dedikasi, konsistensi dan determinasi. Insya Allah, kalopun tidak dapat apresiasi hari ini, tapi kita akan meninggalkan banyak legacy untuk anak cucu kita nanti.

lagipula, konon berkarya bukan soal sebanyak apa yang mengapresiasi, tapi soal sebanyak apa yang tertuang dari hati.

with love, A. Moezaki Irkham
untuk teman-teman yang sedang berada di persimpangan keraguan dan keputus asaan..
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
“If your actions inspire others to dream more, learn more, do more and become more, you are a leader.” -John Quincy Adams
Kurang lebih demikian quotes yang selalu terlintas di fikiran saya setiap kali di ajak membahas pilpres. konon yang kita cari dari “festival” 5 tahunan ini adalah untuk mencari pemimpin. jika ditanya apa itu pemimpin? apa yang kamu harapkan dari seorang Pemimpin? maka setiap orang pasti punya jawabannya sendiri-sendiri. bagi saya pribadi, pemimpin adalah inspirasi, tentang sebanyak apa hidupnya bisa saya teladani. 

maka daripada saya ikut terjerumus mencari-cari dan menyebarkan kejelekan satu dua calon yang pada akhirnya nanti akan menjadi pemimpin saya. maka lebih baik saya mencari hal-hal apa yang bisa saya teladani dari mereka, yang ternyata banyak sekali.

Jokowi, misalnya. siapa sangka laki-laki kurus nan sederhana itu mampu menjadi satu-satunya presiden yang ketika menjabat anak-anaknya gak berurusan sama negara. malah dagang martabak dan pisang goreng. sepele memang, tapi tindakan ini berhasil menjungkir balikan konsep tentang pejabat = nepotisme yang selama ini saya percayai. setidaknya dia berhasil menjadi seorang ayah dalam membangun keluarga yang harmonis. sebagai seorang ayah juga, hal tersebut jelas menginspirasi saya.

Lalu Kiai Ma’ruf Amin, Kyai sepuh, dengan sederet gelar dan pengalaman memimpin organisasi, ahli ilmu ekonomi syariah, di hormati berbagai kalangan dari ulama, habaib hingga pejabat. adalah bukti nyata bahwa pasti masa mudanya tidak dilewatkan dengan sia-sia begitu saja. untuk bisa menjadi sekaliber beliau jelas butuh kerja keras, kecerdasan, ketekunan dan do’a yang tak ada henti-hentinya. maka siapalah saya berani meremehkan kemampuan serta kapasitas beliau? menirunya saja tak mampu.

Lalu Prabowo, banyak narasi negatif tentang beliau bersliweran di luar sana, seperti juga halnya calon-calon yang lain, tapi di mata saya, selalu saja terlihat bagaimana beliau berkali-kali di hianati oleh orang-orang yang dipercayainya, tapi beliau tetap tenang, memaafkan dan tak menyimpan dendam. dan jika beliau dianggap terlalu reaktif, maka bagi saya itu tidak lebih dari sebuah bukti bahwa beliau seorang yang memiliki empati tinggi, dan memberi pelajaran kepada saya tentang bagaimana menjadi manusia yang tulus dan pantang menyerah.

Sandiaga Uno, umur udah kepala 5, tapi masih tampak muda, sehat dan energik. kemana-mana bawa Infus Water, hobi olahraga, cerdas, pengusaha sukses. beliau tidak cuma menginspirasi anak-anak muda untuk tidak takut melangkah, tapi juga memberi contoh bagaimana untuk selalu perduli dengan kesehatan, karena sesukses apapun kita, sevisioner apapun kita, smuanya sia-sia kalo kepada diri sendiri aja kita tidak perduli.

Sebagai manusia, adakah yang mampu hidup tanpa cela? begitupun mereka, maka saya langsung setuju ketika Cak Nun bilang : dari sebaik-baik orang, jangan dicari buruknya. dan dari seburuk-buruk orang, carilah baiknya. Lagipula, siapapun yang terpilih. yang memang harus kita, rakyat Indonesia, dan cara paling mudah untuk menang adalah mengambil hal-hal baik dari mereka, kemudian mengimplementasikannya kedalam kehidupan pribadi kita, sehingga kita bisa terus tumbuh menjadi manusia yang lebih baik. 

anda boleh menyalahkan saya karena menggunakan prinsip ini untuk menimbang Presiden, anda boleh menganggap saya dangkal karena terlalu menganggap sepele persoalan Pemimpin Negara. tapi apa yang lebih penting dari mengambil pelajaran dari setiap kejadian? pun anda boleh terus berfokus pada kekurangan mereka, mencla-mencle, tua bangka, tempramental, ambisius. lalu setelah itu apa? apa yang kita dapatkan dari tindakan tersebut? hanya akan membuat kita membenci pemimpin kita sendiri jika salah satu dari mereka terpilih (dan pasti terpilih), dan lingkarang setan tidak akan pernah terputus. padahal yang terpenting adalah apa yang akan kita lakukan bersama-sama setelah 17 april nanti? apa yang akan kita lakukan bersama Pemimpin kita 5 tahun mendatang? mencelanya? atau membantunya? 

Pada akhirnya, jika ditanya siapa Presiden pilihan saya? maka jawaban saya adalah :

fa idza faragta fanṣab (Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)
wa ila rabbika fargab(dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.)

Sekian dan terimagaji :D
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments


Ada hari-hari, dimana kau tidak lagi memiliki rasa dengan apa yang kau alami. mata yang terlalu nanar dengan polusi-polusi visual dan telinga yang terus berdenging di jejali keributan-keributan yang menjijikan. pada saat yang sama mulutmu terkunci, karena bersuara berarti menyakiti, atau berbicara sama dengan menyulut api. kau sadar, apa yang kau rasakan tak perlu lagi di jelaskan. kau hanya ingin menarik diri, berdiam di kegelapan sepi.

Titik dimana kau hampir putus asa, merasa terlahir bukan sebagai pejuang moral sosial, Kau ciptakan kenyataan baru dalam fikiranmu. yang (kau anggap) lebih baik dari kenyataan yang sedang terjadi. atau sebaliknya, kau hancurkan tatanan sosial sehancur-hancurnya. lalu menjadikannya standar tentang seharusnya dan tidak seharusnya kehidupan berjalan. sekali lagi, itu hanya berputar difikiranmu, menjadi satu-satunya yang hidup di antara nadir-nadir keputus asaanmu, seperti suara detik jarum jam di keheningan.

Kau bukan lari, kau hanya mundur selangkah untuk menjernihkan fikiran, menemukan kembali parameter kebenaran. karena kau percaya, salah parameter berarti salah penilaian, salah penilaian berarti salah tindakan, dan salah tindakan berarti salah pencapaian.

Saat itu kau kehilangan pijakan untuk membangun kembali konstruksi kebenaran karena batu-bata dinamika yang sudah terlanjur berserakan. “Kawruh Iku Gengem Dinegem Dadi, Ing Gelar Sak Jagad Ora Muat” = Pengertian benar itu digenggam ya bisa, namum kalau digelar sejagad pun tidak muat.

Orang-orang mulai melabelimu sebagai pecundang, pengecut yang tak punya cukup keberanian untuk menghadapi kenyataan, tapi kau tak perduli. kau lebih percaya dengan lagu Sleeping Sun milik Nightwish : "..The Sun is sleeping quitly.....For my dreams I hold my life.." kau berfikir, kau merintis, kau bebaskan diri dari kilatan puja-puji. 

Jika Sastrawan besar Almarhum Danarto berkata : “Hidup adalah ketika kita berada antara bangun dan tidur. Antara kenyang dan lapar. Antara mandi dan tak mandi. Separuh badan kita kering, separuhnya basah. Hidup adalah ketika kita….” maka kau percaya, bahwa hidup adalah kadang-kadang. kadang berhasil, kadang gagal, kadang bersuara lantang laksana muadzin peradaban, tapi juga kadang diam mengamati dari kejauhan. yang tak pernah kadang-kadang hanyalah fikiran, dia terus berjalan sekalipun segala indra kau hentikan ketika berharap sesuatu segera silam.

Hingga tiba saatnya, kau kembali dari keheningan, membawa seberkas cahaya bernama kebijaksanaan, membawa sesuatu bernama Rasa yang sempat hilang dari tataran kehidupanmu dan orang-orang di sekitarmu. kau membuka mata, dengan sorot optimisme dan dorongan untuk membawa kehidupan pada titik terbaiknya. 

Tak ada lagi tempat untuk keserakahan, ketamakan, dan pesta pora kesombongan, kau kembali menjadi manusia, yang tenang lagi menenangkan, yang selamat lagi menyelamatkan.



Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah
irji’ii ilaa Rabbiki
raadhiyatan mardhiyyah
Fadkhulii fii ‘ibaadii
wadkhulii jannatii



“Hai jiwa yang tenang
Kembalilah kamu kepada Tuhanmu
dengan hati puas lagi diridhai
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu
Maka masuklah ke dalam surga-Ku.”

(al fajr :27-30)






Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About Me

My photo
Moezaki Irkham
I'm forever blowing bubbles
View my complete profile

recent posts

Blog Archive

  • ▼  2022 (2)
    • ▼  April (2)
      • Rasio Tuhan
      • EKPRESIONISME HIDUP ALA ABU KILABAH AL JARMI
  • ►  2021 (1)
    • ►  September (1)
  • ►  2020 (1)
    • ►  June (1)
  • ►  2019 (4)
    • ►  April (4)
  • ►  2018 (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2017 (1)
    • ►  October (1)
  • ►  2015 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  August (1)
    • ►  June (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2014 (3)
    • ►  September (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2013 (33)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (3)
    • ►  March (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2012 (48)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (7)
    • ►  September (6)
    • ►  August (1)
    • ►  July (8)
    • ►  June (2)
    • ►  May (4)
    • ►  April (3)
    • ►  March (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2011 (59)
    • ►  December (3)
    • ►  November (4)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (8)
    • ►  July (4)
    • ►  June (3)
    • ►  April (6)
    • ►  March (9)
    • ►  February (9)
    • ►  January (8)
  • ►  2010 (48)
    • ►  December (3)
    • ►  November (4)
    • ►  October (5)
    • ►  August (1)
    • ►  April (4)
    • ►  March (5)
    • ►  February (15)
    • ►  January (11)
  • ►  2009 (61)
    • ►  August (23)
    • ►  June (20)
    • ►  May (18)

Contact Form

Name

Email *

Message *

Created with by ThemeXpose | Copy Blogger Themes