Inside : Mawar Hitam Di bantaran Ciliwung

by - April 11, 2013


Waktu kecil,aku pernah bertanya pada kakekku tentang apa itu Takdir,lalu jawabnya 'Kau mendapatkan hasil dari apa yang kau lakukan',belum sepenuhnya aku bisa memehami maksud dari perkataannya,kakek melanjutkan 'urip iku ngunduh wohing pakerti,hidup adalah capain demi capaian dari apa yang kau lakukan,baik dan buruk hasilnya tergantung dari apa yang kau kerjakan..'

***
Malam ini,aku melihatnya tertidur begitu lelap,wajahnya damai,tanpa beban,dan ku harap hari-harinya berjalan seperti itu,gunjingan-gunjingan orang tentang siapa ayahnya tak pernah mengganggu hidupnya,layaknya bising suara kipas angin tua ini yang tak sedikit pun mengganggu tidurnya.

Setiap melihat wajah polosnya,apalagi ketika tidur seperti ini,manis dan getirnya bayangan masa lalu akan segera menghampiri,rasa sesal sekaligus syukur melebur menjadi satu,sampai aku tak tau apa yang sedang aku rasakan.

***
aku adalah gadis berumur 17 Tahun waktu itu,waktu ayahku yang katanya mantan anggota PKI itu harus meninggal ketika terjadi bentrok dengan preman-preman bayaran para investor yang ingin menjadikan lahan-lahan sawah di kampungku menjadi villa,setelah itu,ibu mengajakku pergi,meninggalkan kampung halaman yang aku sungguh mencintainya,walaupun aku tau dia tak pernah mencintaiku..dari kecil aku telah terbiasa di kucilkan,latar belakang masa lalu ayahku membuat orang-orang desa melihat keluargaku seperti sisa-sisa sampah yang menjijikan.

Orang bilang ibukota lebih kejam dari ibu tiri,tapi aku tak perduli,harapanku ketika pertama kali menginjakan kaki disini adalah 'kau tak akan sekejam kampung halamanku,jakarta..'

Hidup di kontrakan kumuh di bantaran sungai ciliwung aku masih kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan tak tau harus berbuat apa,melanjutkan sekolah sepertinya terlalu mustahil,bisa bertahan hidup dari hasil kerja ibuku menjadi buruh cuci pun rasanya itu adalah keberuntungan paling maksimal untuk kami.

Aku tak ingin sombong,tapi parasku yang lumayan cantik adalah satu-satunya modal bagiku untuk memberanikan diri bergaul serta memiliki teman,juga karena itu pula lah,99% teman-temanku adalah laki-laki.

***
Namanya Nando,resistensinya yang begitu keras terhadap lingkungan membuatnya begitu menonjol dari teman-temanku yang lainnya,sekaligus begitu menarik di mataku. sejarah hidupku yang selalu tertekan,di kucilkan,membuatku selalu ingin memberontak terhadap dunia,terhadap lingkungan,dan pada diri si Nando lah aku menemukan itu.

Aku tak bisa memungkiri,aku mulai jatuh cinta,dan kita mungkin bisa sepakat,bahwa cinta adalah sesuatu yang bisa membuat kita menjadi begitu tolol. walaupun aku tak pernah merasa menyesal setelah keperawananku di renggut Nando,tapi saat-saat aku merasa dunia ini bisa adil dan menyenangkan kembali hilang ketika akhirnya aku Hamil dan Nando menghilang begitu saja.

Penderitaan yang aku alami sedari kecil membuatku tak pernah bisa membedakan antara terus berharap dan putus asa,dan inilah yang terjadi ketika aku harus 'ngunduh wohing pakerti,memetik hasil dari apa yang aku lakukan' . aku tak pernah berfikir sedikitpun untuk menggugurkan kandungan ini. ibu ku pun,meski aku tak pernah tau apa yang dia rasakan di dalam sana,dia hanya berkata 'bertanggung jawablah,pada dirimu sendiri.'

Dan ketika anakku lahir dan baru berumur 1 minggu,ibuku meninggal,penyakit darah tinggi membawanya meninggalkan dunia yang penuh rasa sakit.

Apakah kalian pernah berfikir,apa yang bisa aku lakukan hari itu,seorang gadis yang belum genap berumur 19 Tahun,hidup sebatang kara dengan nol pengetahuan tentang mengurus anak,dan disampingnya tergeletak seorang bayi berumur 1 minggu yang kulitnya pun masih merah??

Bunuh diri?? tak pernah terfikir sedikitpun untuk melakukannya,dari pada aku membunuh diriku sendiri,setelah itu tak ada yang mengurus anakku,lebih baik aku menjual diri ini,aku mendapatkan uang untuk membesarkan anakku,dan karunia Tuhan akan paras cantik ini tak sia-sia.

Hingga detik ini,aku dan anakku bertahan hidup dari tetes demi tetes peluh kenikmatan laki-laki hidung belang,siapa perduli?? jika aku harus di kucilkan oleh lingkungan,maka sejak kecil aku telah mendapatkannya. jika aku harus hidup dengan cacian,toh pujian pun tak bisa memberiku makan.

Desir angin dari jendela yang ku buka terasa semakin kencang,aku bangkit untuk menutupnya,sebelum menutup jendela,ku lihat dilangit sana rembulan mengintip malu-malu,seakan berkata 'Anakmu mungkin butuh uang,tapi dia juga butuh bangga siapa orang tuanya,fikirkanlah..'

Dan hati ini sungguh seperti tersayat-sayat,sambil ku cium kening anakku,aku hanya bisa berbisik lirih 'maafkan aku..'

Jakarta, 11-april-2013 20:45 Wib

You May Also Like

0 comments